shoooww timees.......

Kamis, 17 Mei 2012

pertumbuhan perekonomian dilinkungan sekitar kita


ABSTRAK

Nama : feni oktaviani
Kelas : 3DD04

Program studi manajemen keuangan , program DIII Bisnis dan Kewirausahaan
Universitas Gunadarma, 2012
Kata Kunci      : pertumbuhan perekonomian dilingkungan sekitar Jakarta Timur
(xi +      + Lampiran)
            Penulisan makalah ini dilakukan bertujuan untuk lebih mengetahui bagaiman pertumbuhan prekonomian disekitar daerah Jakarta khususnya Jakarta Timur. Usaha – usaha yang mapu membuat bisnis berkejolag dan untuk membantu memenuhi kebutuhan orang – orang disekitar daerah tersebut. Adapun manfaat yang diperoleh yaitu, untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan usaha didaerah Jakarta Timur.
Mengingat begitu luasnya ruang gerak dan jenis usaha serta kegiatan dalam berbisnis didaerah Jakarta Timur, diuraikan secara sederhana suatu usaha yag bergerak dibidang : kegiatan warung dan usaha jajanan kuliner. Jakarta Timur khususnya didaerah prumnas klender adalah suatu daerah yang sedikit demi sedikit menunjukkan perkembangannya dalam bergejolak dibidang usaha kuliner yang di minati. Waralaba adalah bisnis yang sekarang menjadi dominan disekitar daerah Jakarta Timur Prumnas Klender, waralaba menjadi tren pada kurun waktu 4 tahun terakhitr ini karena tidak serumit dalam membuat bisnis baru yang memerlukan ide-ide kreatif . menjamurnya bisns waralaba menjadi indicator penting bahwa peertumbuhan masyarakat untuk berinvestasi semakin meningkat, tentunya waralaba murah masih menjadi idola pengembang sector bisnis kecil dan juga mempunyai resiko relatif kecil.

BAB 1. PENDAHULUAN

1.      Daerah Khusus  Ibukota Jakarta  (DKI Jakarta, Jakarta Raya)

DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.607.787 jiwa (2010).Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.

A. Sejarah

Etimologi
Nama Jakarta digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda tahun 1905. Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagari जयकृत), yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis João de Barros dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)".Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra, demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47). sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).
Sunda Kelapa (397–1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Jayakarta (1527–1619)
Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Batavia (1619–1942)
Pasukan Pangeran Jayakarta menyerahkan tawanan Belanda kepada Pangeran Jayakarta. Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolinialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.[14] Dengan selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.[15]
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta (1942–Sekarang)
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.
Ekonomi
Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan. Di samping Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, kantor-kantor pusat perusahaan nasional banyak berlokasi di Jakarta. Saat ini, lebih dari 70% uang negara, beredar di Jakarta.
Jakarta merupakan salah satu kota di Asia dengan masyarakat kelas menengah cukup besar. Pada tahun 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$ 10.000. [18] Jumlah ini, menempatkan Jakarta sejajar dengan Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur dan Mumbai.


Budaya dan Bahasa
Suku Betawi Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.

Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur dengan bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.

Transportasi
Dalam kota
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto. Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni di saat jam pergi dan pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD. Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun, dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula ojek, bajaj, dan bemo untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan Depok.
Khusus untuk di daerah Jakarta Timur ada beberapa mikrolet dan metromin jurusan kapung melayu – prumnas Klender( melewati cipinang dan jatinegara). Selain itu jalur kereta terdekat didaerah buaran da pondok kopi dimana rute dari kereta tersebut ke kota- manggarai-tanah abang – jatinegara.

Etnis

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%).
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung, perumnas Klender.
Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.[24] Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.

Iklim

Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat mencapai 40 °C . Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).





BAB II. PEMBAHASAN

1.      Kinerja Perekonomian Jakarta
Kinerja perekonomian DKI Jakarta dalam kurun dua tahun terakhir (2007-2009) menunjukkan prestasi yang cukup menggembirakan. Kondisi ini tergambar dari pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang mampu tumbuh diatas 5 persen dan diatas pertumbuhan Nasional.Krisis keuangan global makin dirasakan dampaknya pada semester I/2009, perekonomian Jakarta hanya tumbuh sebesar 5,12 persen. Pertumbuhan ini merupakan terendah selama lima tahun terakhir, namun demikian bila dibandingkan perekonomian dunia yang tumbuh negatif, pertumbuhan ekonomi Jakarta masih terjaga. Faktor utama melambatnya perekonomian Jakarta dalam satu tahun terakhir adalah kinerja ekspor yang menurun.
Negara-negara yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor barang Jakarta mengalami krisis keuangan, sehingga permintaan barang Jakarta mengalami penurunan. Akibatnya sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan produksi, yang selanjutnya mempengaruhi sektor perdagangan dan sektor pengangkutan sebagai muara semua hasil produksi.
Struktur perekonomian Jakarta yang didukung oleh komponen ekspor dan impor relatif tinggi mengalami dampak yang cukup signifikan dari krisis keuangan global, namun dengan kemampuan pasar domestik yang tinggi, perekonomian Jakarta tetap mampu tumbuh positif pada tahun 2009. Sementara dari sisi lapangan usaha seluruh sektor masih tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan. Dan yang mengalami penurunan kinerja paling parah adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran. Kondisi perekonomian di Jakarta membaik selama 2010. Sebelumnya, perekonomian di kawasan Ibu Kota sempat terpengaruh oleh krisis global pada 2008 dan 2009. Namun kondisi mulai membaik pada 2010 dan diprediksi akan tetap meningkat pada 2011 dimana telah termasuk daerah Jakarta Timur.
Bisnis Waralaba
            Hingga tahun 2002, upaya pemulihan ekonomi indonesia masih belum membuahkan hasil yang memuaskan secara signifikan. Sangat berbeda halnya denga negara berkembang lainnya seperti Cina, Thailand, Malaysia, Singapura dllyang telah mampu keluar dari krisis yang sama, bahkan bertumbuh dengan laju yang pesat.  Kalaupun ada dirasakan pertumbuhan ekonomi indonesia hingga sebesar 3% pada tahun 2001, hal itu lebih didorong oleh peningkatan konsumen, bukan sepenuhnya oleh pertumbuhan output dari sektor riel.
            Dalam jangka panjang, harus diakui bahwa peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang jumlahnya sangat dominan dalam struktur perekonomian indonesia sangat strategis dan seharusnya dijadikan landasan pembangunan ekonomi nasional. Namun fakta menunjukan perkonomian Nasional lebih dikuasai oleh segelintir penguasa besar yang ternyata sangat labil terhadap goncangan ekonomi global.
            Masalahnya sekarang adalah, bagaimana memperluas dan memberdayakan sosok UKM Indonesia yang cenderung masih menerapkan manajemen tradisional, lemah terhadap akses permodalan, tekhnologi cenderung  konvensional, miskin inovasi dan jaringan, sehingga mampu bersama-sama tumbuh dengan perusahaan besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi global.
            Dalam konteks demikian, pendekatan bisnis melalui sistim waralaba(franchising) merupakan salah satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk mengembangkan ekonomi dan usaha UKM di masa mendatang. UKM harus mampu membesarkan dirinya secara bersinergi dengan pengusaha besar yang lebih kuat dalam hal manajemen, teknologi produk, akses permodalan. Pemasaran dan lain-lain, sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (selaku penerima waralaba franchising) dengan pemberi waralaba (franchisoryang umumnya adalah pengusaha besar, diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.
            Mengapa waralaba yang menjadi alternatif pilihan? Karena melalui bisnis waralaba UKM akan mendapatkan : 1) transfer manajemen, 2) kepastian pasar, 3) promosi, 4) pasokan bahan baku, 5) pengawasan mutu, 6) pengenalan dan pengetahuan tentang lokasi bisnis, 7) pengembangan kemampuan sumberdaya manusia , dan yang paling terpenting adalah resiko dalam bisnis waralaba sangat kecil (data empirismenunjukkan bahwa resiko bisnis waralaba kurang dari 8%.
            Di Indonesia usaha waralaba ini sudah mulai berkembang sejak tahun 1985pada berbagai skala usaha terutama bisis makanan seperti : Pizza Hut, Kentucky Fried Chicken, Mc Donald, dalam bisis eceran seperti : Carrefour, Smart, dll. Fakta menunjukkan, bahwa waralaba yang lebih berkembang di Indonesia adalah waralaba yang sumber teknologinya datang dari luar negeri sebagai pemilik Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right). Implikasinya, sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari bisnis waralaba tersebut mengalir ke kantong pengusaha di luar negeriuntuk pembayaran royalti secara terus menerus.
Maka dalam rangka memperkuat perekonomian negara perlu dikembangkan bisnis waralaba lokal. Saat ini terdapat 42 perusahaan waralaba lokal jauh lebih sedikit  jumlahnya dari waralaba asing yang jumlahnya mencapai 230 perusahaan. Pengembangan waralaba lokal diarahkan dalam rangka memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja dimana peran koperasi dan UKM baik sebagai pemberi waralaba maupun penerima waralaba perlu lebih ditingkatkan.
 

Perkembangan waralaba di Indonesia

            Bisnis waralaba di Indonesia mulai marak pada sekitar tahun 1970an dengan bermunculannya restaurant-restaurant cepat saji (fast food) seperti Kentucky Fried chiken dan Pizza Hut. Hingga tahuhn 1992 jumlah perusahaan waralaba di Indonesia mencapai 35 perusahaan, 6 di antaranya adalah perusahaan waralaba lokal dan sisanya (29) adalah waralaba asing. Perkembangan waralab asing. Perkembangan waralaba asing dari tahun ke tahun berkembang pesat sebesar 710% sejak tahun 1992 hingga tahun 1997, sedangkan perkembangan waralaba lokal hanya meningkatkan sebesar 400% (dari sejumlah 6 perusahaan menjadi 30 perusahaan).
            Namun sejak krisi moneter tahun 1997, jumlah perusahaan waralaba asing mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -9.78% dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001. hal ini disebabkan karena terpuruknya nilai rupiah sehingga biaya untuk franchise fee dan royalti fee serta biaya bahan baku, peralatan dan perlengkapan yang dalam dollar menjadi meningkat. Hal tersebut mempengaruhi perhitungan harga jual produk atau jasanya di Indonesia. Sebaliknya waralaba lokal mengalami peningkatan pertumbuhan rata-rata sebesar 30%. Pada tahun 2001 jumlah waralaba asing tumbuh kembali sebesar 8.5% sedangkan waralaba lokal meningkat 7.69% dari tahun 2000. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia dapat dilihatpada tabel di bawah ini.
Persaingan yang semakin ketat memberikan peluang dan tantangan baru bagi pengusaha di Indoensia, khususnya usaha makanan dan minuman. Data BPS memperlihatkan impor  produk makanan dan minuman olahan untuk konsumsi rumah tangga periode Januari - September 1998 tercatat US$ 689 juta. Padahal periode Januari - Juni 1998 nilainya hanya mencapai US$ 185 juta. Suatu peningkatan yang cukup fantastis dalam kurun waktu tiga bulan. Dibandingkan dengan nilai impor selama 1997 yang hanya meneapai US$ 46,4 juta, bisa dipastikan nilai impor selama 1998 akan lebih besar lagi. Salah satu cara untuk menanggulangi tantangan tersebut dan pada saat yang sama juga menggunakan peluang-peluang yang ada dengan efektif, adalah berbisnis dengan menggunakan pola waralaba. Pola ini menggunakan asas kemitraan berdasarkan prinsip saling menguntungkan dimana kepemilikan perusahaan oleh masing-masing pihak secara mandiri. Kendatipun demikian, sebenarnya mewaralabakan suatu produk tidaklah mudah, berbagai tantangan, dan hambatan akan selalu menghadang usaha bisnis waralaba. Untuk itulah penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lingkungan internal dan eksternal kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan usaha makanan/minuman olahan melalui waralaba di DKI Jakarta, merumuskan strategi pengembangan waralaba bidang makanan/minuman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan survey menggunakan kuesioner dan melakukan diskusi langsung dengan beberapa pemilik/pengelola usaha makanan/minuman yang ada di DKI Jakarta. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner serta wawancara terhadap pihak yang berkepentingan dalam mengambil kebijakan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Pemda DKI, Kanwil Depperindag, BPS, AFI, dan LDFEUI. Analisis yang dilakukan adalah analisis SWOT. analisis Hierarki Proses (AHP), analisis usaha dan analisis ekonomi. Pada analisis SWOT diidentifikasi kekuatan. kelemahan, peluang dan ancaman dan AHP untuk merumuskan strategi pengembangan usaha makanan/minuman melalui waralaba yang akan diprioritaskan. Analisis usaha menjelaskan mengenai proyeksi rugi laba, sedangkan analisis ekonomi menjelaskan dampak terhadap ekonomi secara lebih luas.
 Strategi SO meliputi :
a.       mengembangkan pasar/jaringan waralaba
b.      melakukan pembinaan bisnis waralaba
c.       mengembangkan sistem informasi dan komunikasi
d.       mengembangkan sistem ketersediaan dan penanganan bahan baku/linkages
e.        mengukur skala usaha yang tepat.

Strategi ST meliputi :
a.       menyusun strategi segmentasi pasar
b.      menyederhanakan prosedur pendanaan
c.        mengupayakan pendanaan dengan bunga murah
d.      menerbitkan kebijakan perlindungan bisnis waralaba nasional.
Strategi WO meliputi ;
a.       menyusun sistem bisnis waralaba yang baku
b.      melakukan pendidikan dan pelatihan terhadap para pembina dan calon Pembina
c.        membentuk forum koordinasi pengembangan usaha waralaba
d.       mempatenkan produk waralaba.
 Sedangkan strategi WT meliputi:
a.        meningkatkan mutu pelayanan kepada konsumen
b.      membina sikap mental dan jiwa wirausaha dan
c.       sikap konsisten aparat pembina. Hasil analisis hierarki proses (AHP) diperoleh empat prioritas utama alternative strategi yaitu penetapan jenis komoditi (bobot 0.358), penetapan pendanaan (bobot 0.289), penetapan lokasi (bobot 0.208) dan penetapan kelembagaan (bobot 0.145). Berdasarkan aspek-aspek tersebut model yang direkomendasikan untuk pengembangan usaha makanan/minuman olahan melalui waralaba adalah :
1.       Type A (Rumah Makan/Restoran) .
a.       Komoditi Dapat dipilih Rumah Makan Tradisional yang sudah melekat di masyarakat, misalnya Rumah Makan "Ayam Goreng Tachia Prest•, Restoran "Mrs. Roastie•, RM Natrabu).
b.      Pendanaan Kemitraan antara pemilik modal dengan pengelola, atau bantuan langsung tanpa bunga atau melalui kredit usaha kecil.
c.       Lokasi Dilokasi perkantoran, Pusat Keramaian atau Pusat Rekreasi.
d.      Kelembagaan Pemda DKI Jakarta dalam hal ini Walikotamadya sebagai koordinator di wilayah masing-masing bekerjasama dengan lembaga terkait.
2.      Tipe B (Stand Makanan/Minuman)
a.        Komoditi Dapat berupa makanan jajanan/minuman ringan yang sudah terkenal. Misalnya Martabak Bangka, Pempek Palembang, Es Doger, Es Cendol Bandung.
b.      Pendanaan Kemitraan dengan BUMN, subsidi pemerintah, SKIM kredit, koperasi.
c.       Lokasi Daerah perkantoran, sekolahan, Pusat perbelanjaan, Pusat Rekreasi.
d.      Kelembagaan Walikotamadya bertindak sebagai koordinator bekerjasama dengan instansi terkait.

 Demikianlah hal tersebut diatas daerah jakarta timur khususnya di prumnas klender rata – rata  menjalani usaha waralaba yakni : kebab Turkish, burger edam, alfamart, sabana chiken, dll. Jauh berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya prumnas klender tidak begitu menunjukkan suatu statis yang signifikan dalam perekonomiannya, tetapi setelah perumahan disekitar perumnas dan adanya rumah susun didaerah tersebut maka membuat suatu pergerakkan pertumbuhan perekonomian khususnya di bidang jajanan khas kuliner dengan memanfaatkan waralaba. Saat ini pumnas klender menjadi salah satu tempat yang dituju masyarakat daerah jakarta timur untuk menikmati kuliner bagi pecinta makanan khas waralaba.
Menurut Fauzy Bowo, Wakil Gubernur DKI Jakarta, belum lama ini mengutarakan Pemrov DKI Jakarta berkeinginan melakukan evaluasi atas waralaba has jajanan kuliner.
Pemprov DKI Jakarta kemudian menilai melalui usaha waralaba makanan bisa berpotensi mengangkat tingkat kehidupan pelaku usaha warung kecil, sehingga berkeinginan mengevaluasi Instruksi Gubernur Pemprov DKI Jakarta No. 115/2006
Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Perwali (Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia) Amir Karamoy mendesak Depdag memasukkan kewajiban pewaralaba (franchisor) menyediakan 60% dari total gerainya dalam pola kemitraan dengan UKM dalam PP Waralaba yang saat ini tengah direvisi.
"Di luar negeri jika ada pewaralaba yang mengelola sendiri gerainya lebih dari 40%, maka perusahaan itu dituding melakukan praktik monopoli."
Selain itu Peran lain yang tak kalah penting adalah mengentas kemiskinan. Waralaba adalah  bisnis yang sudah teruji dibeberapa negara, segenap hati membantu para pemilik usaha agar bisnisnya bisa bertumbuh lebih cepat dan besar. Tentu saja, jika semua pengusaha kita memakai sistim bisnis Bradley J.Sugars ini dan berpartisipasi 100% dalam segala hal, tak menutup kemungkinan angka kemiskinan dapat ditekan semaksimal mungkin, lapangan pekerjaan terbuka lebar dan bahkan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat stabil.
Salah satu khas kuliner dari waralaba yang sangat digemari didaerah jakarta timur adalah :  sabana Chicken dan kebab Turkish.
Sabana Chiken jl.malakaka raya prumnas klender jakarta Timur

Buka mulai jam 08.00 pagi  dan tutup jam 21.00 malam, tetapi terkadang tidak menentu dikarenakan sudah habis sebelum jam tutup,.

Hal ini menunjukkan bahwa sudah sukses mengembangkan gerai di Prumnas klender Jakarta Timur, Sabana Fried Chicken terus berekspansi dengan pola kemitraan. Hanya dalam waktu tiga tahun, hingga saat ini, sudah memiliki lebih dari 300 lebih gerai mitra yang tersebar di Jabodetabek, 25 mitra di Bandung dan baru mulai dengan satu mitra di wilayah Serang Banten.
Dasar perkembangan yang sedemikian pesat, menurut Bagus drajadi, pemilik dari waralaba Sabana Fried Chicken di Daerah tersebut ,  karena investasi yang sangat kecil, penentuan lokasi yang fleksibel, kualitas rasa yang sama bila dibandingkan dengan restoran fried chicken papan atas serta tujuan mulia memberdayakan ekonomi keluarga terutama bagi yang PHK, pengangguran dan sebagainya.
“Kami mengembangkan Sabana dengan hati dan tidak ada target jumlah mitra. Bahkan kami tidak mau berpromosi. Semua berjalan seperti air mengalir sehingga jumlah mitra pun berkembang dengan sendirinya sampai saat ini,”.
Bagus mengatakan , mitra bebas untuk menentukan lokasinya tetapi persetujuan akhir tetap berdasarkan perspektif dari pihak Sabana. Bahkan, didalam satu kawasan Sabana tidak mematok jarak antara gerai apabila sesuai dengan perspektif konsumen.
“Maksudnya bila di satu gerai itu konsumenya banyak, maka untuk jarak gerai bisa saja dibuat lebih dekat lagi. Dan hal sebaliknya, bila di kawasan tersebut tingkat mobilenya tinggi, maka di situ bukanlah daerah yang berpotensi untuk gerai Sabana,”. Tingkat mobile yang tinggi, maksudnya di tempat tersebut ramai dilalui kendaraan sehingga hanya mengharapkan konsumen pengedara yang sempat berhenti saja.
Tingginya animo mitra untuk memiliki Sabana, tutur Bagus, bahkan berlangsung hingga akhir tahun ini. “Banyak mitra yang mau bergabung, tetapi kami tetap melakukan seleksi tempat dan sebagainya. Karena kami juga mengutamakan kesuksesan mitra kami lainnya yang telah lama bergabung,”. Karena bagaimana pun juga dalam bisnis, masih ada saja mitra yang gagal tetapi untuk Sabana jumlahnya kurang dari 1 persen.
 
Erry menenggarai, omset dari setiap gerai mitra berkisar Rp 800 ribu per hari sehingga kemungkinan balik modalnya sedikit lebih cepat. Sementara investasi untuk menjadi mitra sebesar Rp 13.750.000 dengan mendapatkan bahan baku, gerobak serta training.
            Selain itu adapula kebab turkish yang tidak kalah ramai dengan ayam sabana
Lokasi : pinggiran jalan prumnas klender
Tempat & Suasana :
Tempatny sih g terlalu besar dan hanya berupa kios gitu, serta suasanany cukup nyaman dan tempatny juga lumayan bersih

Makanan : disini saya memesan Kebab Turki ny yg 1 kebab itu berisi daging, potongan selada, tomat, timun, bawang bombay, dan di kasih mayonaise, dari tekstur roti tortilla ny itu empuk serta cukup lembut dan rasany gurih, dan dari dagingny itu isi g terlalu bnyak dan rasany itu lumayan enak dan tekstur ny juga lembut, dan dari keseluruhan rasany itu enak dgn rasa pedas, gurih, dan asam dari tomat yga pas.

Pelayanan : Pelayanannya itu cukup memuaskan serta, kerjanya cepat dan sigap, dan orangnya juga ramah

Dengan demikian bisnis waralaba merupakan peluang Yang sangat menjanjikan bagi pengusaha UKM yang mau mengembangkan usahanya. Walaupun bisnis waralaba sangat menjanjikan, akan tetapi setiap usaha bisnis selalu mempunyai potensi resiko, oleh karena itu pengelolaan bisnis secara profesional merupakan tuntutan persyaratan untuk keberhasilan. Untuk itu diperlukan pemikiran yang cermat apabila pengusaha UKM telah mengambil keputusan untuk terjun dalam bisnis waralaba. Untuk memilih  bentuk dan jenis waralaba yang akan dibeli, setiap UKM harus memperhatikan manajemen, prosedur, etika dan filosofi dari waralaba yang ingin dipilih, yaitu bagamana jaringan waralaba dimulai, seberapa luas jaringan waralaba, apakah waralaba tersebut sudah mapan di pasar atau sedang bertumbuh, investasi seperti apa yang dibutuhkan dll. Untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum UKM memasuki bisnis waralaba adalah :
1.      Mcnyeleksi waralaba Yang akan dipilih.
2.      Meyakinkan motivasi untuk berbisnis waralaba.
3.      Menghubungi waralaba yang mempunyai prospektif baik.
4.      Menyelidiki sistem waralaba yang akan dipilih.
5.      Mengevaluasi kesempatan dan tantangan waralaba yang bersangkutan.
6.      Mempelajari sistem manajemen korporasinya.
7.      Memilih format bisnis waralaba yang akan dijalankan.
8.      Melakukan kontrak kerjasama bisnis waralaba.
 






BAB III.PENUTUP
Kesimpulan
Waralaba adalah bisnis yang sekarang menjadi dominan disekitar daerah Jakarta Timur Prumnas Klender, waralaba menjadi tren pada kurun waktu 4 tahun terakhitr ini karena tidak serumit dalam membuat bisnis baru yang memerlukan ide-ide kreatif . menjamurnya bisns waralaba menjadi indicator penting bahwa peertumbuhan masyarakat untuk berinvestasi semakin meningkat, tentunya waralaba murah masih menjadi idola pengembang sector bisnis kecil dan juga mempunyai resiko relatif kecil.

Waralaba merupakan prospek bisnis bagi UKM karena sudah terbukti dapat meningkatkan akses pasar UKM, mensinergikan perkembangan usaha besar dengan UKM melalui kemitraan, serta mempercepat mengatasi persoalan kesenjangan kesempatan berusaha antara golongan ekonomi kuat yang sudah mempunyai jejaring dengan golongan ekonomi lemah, Sistem ini juga mempercepat pemanfaatan produk dan jasa untuk didistribusikan ke daerah-daerah, karena sistem ini memungkinkan partisipasi dari sumberdaya daerah terlibat hingga ketingkat kecamatan, bahkan sampai ke pedesaan.
Oleh karena itu pertanyaan yang masih perlu dicarikan jawabannya ke depan adalah pertama, bagaimana upaya mendorong pengusaha UKM Untuk ambil bagian dalam bisnis waralaba berteknologi maju tersebut sehingga mereka bisa lebih terberdayakan, yang pada gilirannya diharapkan mampu mengembangkan dirinya secara berkelanjutan, kedua, sejalan dengan itu bagaimana upaya membangun dan menumbuh-kembangkan sistem waralaba yang asli hasil inovasi teknologi dalam negeri agar baik multiplier pendapatan maupun tenaga kerja seluruhnya dapat dinikmati oleh masyarakat banyak.

Saran

Berkaitan dengan hal tersebut diatas beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah :
1.       perlu pengkajian pengkajian lebih lanjut mengenai pemberdayaan Usaha Kecil Menengah bidang makanan melalui waralaba secara lebih rinci dalam kaitannya dengan evaluasi permasalahan di lapangan.
2.      perlu pengkajian lebih rinci mengenai indicator keberhasilan usaha waralaba lokal bidang makanan secara kuantitatif.
3.      Perlu pengkajian mengenai dampak usaha waralaba terhadap sosial ekonomi secara lengkap dan menyeluruh.
4.      agar strategi komoditi dapat efektif maka seluruh informasi yang berkaitan dengan hal tersebut harus lengkap.
5.       agar strategi pendanaan dapat efektif maka jaringan kemitraan antara instansi pusat, daerah dan swasta harus lebih ditingkatkan secara transparan.
6.       agar strategi penetapan lokasi dapat efektif, maka Perda yang mengatur tata ruang harus diindahkan oleh semua pihak yang berkepentingan.
7.      agar strategi kelembagaan dapat efektif, maka perlu pengkajian yang lebih mendalam mengenai penanganan dalam pembinaan usaha makananl minuman melalui waralaba bila perlu melakukan sinergi antara instansi-instansi yang tugas pokok dan fungsinya tumpang tindih.