ABSTRAK
Nama : feni oktaviani
Kelas : 3DD04
Program studi manajemen keuangan , program DIII Bisnis dan
Kewirausahaan
Universitas Gunadarma, 2012
Kata Kunci : pertumbuhan perekonomian dilingkungan
sekitar Jakarta Timur
(xi + + Lampiran)
Penulisan makalah ini dilakukan bertujuan untuk
lebih mengetahui bagaiman pertumbuhan prekonomian disekitar daerah Jakarta
khususnya Jakarta Timur. Usaha – usaha
yang mapu membuat bisnis berkejolag dan untuk membantu memenuhi kebutuhan orang
– orang disekitar daerah tersebut. Adapun manfaat yang diperoleh yaitu, untuk mengetahui bagaimana
pertumbuhan usaha didaerah Jakarta Timur.
Mengingat begitu luasnya ruang gerak dan jenis usaha
serta kegiatan dalam berbisnis didaerah Jakarta Timur, diuraikan secara
sederhana suatu usaha yag bergerak dibidang : kegiatan warung dan usaha jajanan
kuliner. Jakarta Timur khususnya didaerah prumnas klender adalah suatu daerah
yang sedikit demi sedikit menunjukkan perkembangannya dalam bergejolak dibidang
usaha kuliner yang di minati. Waralaba adalah bisnis yang sekarang menjadi
dominan disekitar daerah Jakarta Timur Prumnas Klender, waralaba menjadi tren
pada kurun waktu 4 tahun terakhitr ini karena tidak serumit dalam membuat
bisnis baru yang memerlukan ide-ide kreatif . menjamurnya bisns waralaba
menjadi indicator penting bahwa peertumbuhan masyarakat untuk berinvestasi
semakin meningkat, tentunya waralaba murah masih menjadi idola pengembang
sector bisnis kecil dan juga mempunyai resiko relatif kecil.
BAB 1. PENDAHULUAN
1. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya)
DKI Jakarta
adalah ibu
kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia
yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa.
Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda
Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta
(1527-1619), Batavia/Batauia,
atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).Jakarta
memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk
berjumlah 9.607.787 jiwa (2010).Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek)
yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di
Indonesia atau urutan keenam dunia.
A. Sejarah
Etimologi
Nama
Jakarta digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942, untuk
menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda tahun 1905. Nama ini
dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagari जयकृत), yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di
bawah pimpinan Fatahillah
(Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal
22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota
kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah
"kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk
lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis João
de Barros dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan
"Xacatara
dengan nama lain Caravam (Karawang)".Sebuah dokumen (piagam) dari
Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der
Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra, demikian pula
nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten dan
Sajarah
Banten (pupuh 45 dan 47). sebagaimana diteliti Hoessein
Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman
tahun 1596 menyebut Pangeran
Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).
Sunda Kelapa (397–1527)
Jakarta
pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa,
berlokasi di muara Sungai Ciliwung.
Ibu kota Kerajaan Sunda
yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor)
dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut
sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten,
Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut
Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota
kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti
ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan
dari Kerajaan
Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga
pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan
ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada
abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk.
Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan
ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian,
kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi
komoditas dagang saat itu.
Jayakarta (1527–1619)
Bangsa
Portugis merupakan Bangsa Eropa
pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan
Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai
perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan
Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda
dalam cerita pantun seloka Mundinglaya
Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu
Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang
dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut
peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota
pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar
pelabuhan. Penetapan
hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta, pada tahun 1956 adalah
berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527.
Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti
"kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon,
menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana
Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Batavia (1619–1942)
Pasukan Pangeran Jayakarta
menyerahkan tawanan Belanda kepada Pangeran Jayakarta. Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir
abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596.
Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta,
salah seorang kerabat Kesultanan Banten.
Pada 1619, VOC
dipimpin oleh Jan Pieterszoon
Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah
namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia
berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota,
Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka
berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok,
dan pesisir Malabar, India. Sebagian
berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal
dengan nama suku Betawi.
Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum
kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah
Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara
Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman
kolinialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di
Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan,
Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung
Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9 Oktober 1740,
terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan
terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan
melakukan perlawanan terhadap Belanda.[14] Dengan selesainya Koningsplein
(Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang
ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja
atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920,
Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi
petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935,
Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah
terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.[15]
Pada
1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk
pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau
Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama
yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1
Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326,
1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah
satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg
(Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta (1942–Sekarang)
Penjajahan
oleh Jepang dimulai pada tahun 1942
dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk
pada Perang Dunia II.
Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945
dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum
tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun
1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah
walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh
gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno
Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI
waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status
Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan
gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.
Semenjak
dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat
kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta.
Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung
pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo
Mas, Tebet,
dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga
banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik
negara seperti Perum Perumnas.
Pada masa
pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros
Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat
bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat
pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya)
pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju
perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan
menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan
ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur
selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan
masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta
kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada
Mei
1998,
terjadi kerusuhan
di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa
yang menginginkan reformasi. Buntut
kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.
Ekonomi
Selain
sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan.
Di samping Bank Indonesia
dan Bursa Efek Indonesia,
kantor-kantor pusat perusahaan nasional banyak berlokasi di Jakarta. Saat ini,
lebih dari 70% uang negara, beredar di Jakarta.
Jakarta
merupakan salah satu kota di Asia dengan masyarakat kelas menengah cukup besar.
Pada tahun 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$ 10.000. [18] Jumlah ini, menempatkan Jakarta
sejajar dengan Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur dan Mumbai.
Budaya dan Bahasa
Suku Betawi Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari
beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang
menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami
Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara,
budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab,
Tiongkok, India,
dan Portugis.
Jakarta
merupakan daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku
bangsa di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa
digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa
Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau
demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa Sunda
seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain yang
masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat
ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun
bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau
bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk
asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur
mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan oleh para
penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi karena
Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar
berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain
itu, muncul juga bahasa gaul yang
tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur
dengan bahasa asing. Bahasa Inggris
merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan
diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing
yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.
Transportasi
Dalam kota
Di
DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun
perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan
4-5%).
Menurut
data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang
rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil,
kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan
juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok,
Bekasi, Tangerang, dan Bogor
yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan
Sudirman, Jalan Thamrin,
Jalan
Rasuna Said, Jalan
Satrio, dan Jalan
Gatot Subroto. Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni
di saat jam pergi dan pulang kantor.
Untuk
melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD.
Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari
Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang
menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung
Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun,
dan Kampung Melayu.
Untuk
angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan
rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula ojek,
bajaj, dan bemo
untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang
menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara
ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak
masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi,
Tangerang, dan Depok.
Khusus
untuk di daerah Jakarta Timur ada beberapa mikrolet dan metromin jurusan kapung
melayu – prumnas Klender( melewati cipinang dan jatinegara). Selain itu jalur
kereta terdekat didaerah buaran da pondok kopi dimana rute dari kereta tersebut
ke kota- manggarai-tanah abang – jatinegara.
Etnis
Berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000,
tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang
Jawa
sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda
(15,27%), Tionghoa
(5,53%), Batak
(3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu
(1,62%), Bugis
(0,59%), Madura
(0,57%), Banten
(0,25%), dan Banjar (0,1%).
Jumlah penduduk
dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis
besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16%
penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan
Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur
perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi
masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung, perumnas
Klender.
Orang
Tionghoa
telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di
daerah-daerah pemukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan
atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara,
selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa
banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.[24]
Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau
juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di
pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat
dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi
di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula,
masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta
orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.
Iklim
Jakarta
memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di
bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan
Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu
rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat
tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak
musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter .
Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata,
suhu udara dapat mencapai 40 °C . Suhu rata-rata tahunan berkisar antara
25°-38 °C (77°-100 °F).
BAB II.
PEMBAHASAN
1. Kinerja Perekonomian Jakarta
Kinerja perekonomian DKI Jakarta
dalam kurun dua tahun terakhir (2007-2009) menunjukkan prestasi yang cukup
menggembirakan. Kondisi ini tergambar dari pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang
mampu tumbuh diatas 5 persen dan diatas pertumbuhan Nasional.Krisis keuangan
global makin dirasakan dampaknya pada semester I/2009, perekonomian Jakarta
hanya tumbuh sebesar 5,12 persen. Pertumbuhan ini merupakan terendah selama
lima tahun terakhir, namun demikian bila dibandingkan perekonomian dunia yang
tumbuh negatif, pertumbuhan ekonomi Jakarta masih terjaga. Faktor utama
melambatnya perekonomian Jakarta dalam satu tahun terakhir adalah kinerja
ekspor yang menurun.
Negara-negara yang selama ini
menjadi tujuan utama ekspor barang Jakarta mengalami krisis keuangan, sehingga
permintaan barang Jakarta mengalami penurunan. Akibatnya sektor industri
pengolahan juga mengalami penurunan produksi, yang selanjutnya mempengaruhi
sektor perdagangan dan sektor pengangkutan sebagai muara semua hasil produksi.
Struktur perekonomian Jakarta yang
didukung oleh komponen ekspor dan impor relatif tinggi mengalami dampak yang
cukup signifikan dari krisis keuangan global, namun dengan kemampuan pasar
domestik yang tinggi, perekonomian Jakarta tetap mampu tumbuh positif pada
tahun 2009. Sementara dari sisi lapangan usaha seluruh sektor masih tumbuh
positif meskipun mengalami perlambatan. Dan yang mengalami penurunan kinerja
paling parah adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel,
restoran. Kondisi perekonomian di Jakarta membaik selama 2010. Sebelumnya,
perekonomian di kawasan Ibu Kota sempat terpengaruh oleh krisis global pada
2008 dan 2009. Namun kondisi mulai membaik pada 2010 dan diprediksi akan tetap
meningkat pada 2011 dimana telah termasuk daerah Jakarta Timur.
Bisnis
Waralaba
Hingga tahun
2002, upaya pemulihan ekonomi indonesia masih belum membuahkan hasil yang
memuaskan secara signifikan. Sangat berbeda halnya denga negara berkembang
lainnya seperti Cina, Thailand, Malaysia, Singapura dllyang telah mampu keluar
dari krisis yang sama, bahkan bertumbuh dengan laju yang pesat. Kalaupun ada dirasakan pertumbuhan ekonomi
indonesia hingga sebesar 3% pada tahun 2001, hal itu lebih didorong oleh
peningkatan konsumen, bukan sepenuhnya oleh pertumbuhan output dari sektor
riel.
Dalam
jangka panjang, harus diakui bahwa peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang
jumlahnya sangat dominan dalam struktur perekonomian indonesia sangat strategis
dan seharusnya dijadikan landasan pembangunan ekonomi nasional. Namun fakta
menunjukan perkonomian Nasional lebih dikuasai oleh segelintir penguasa besar
yang ternyata sangat labil terhadap goncangan ekonomi global.
Masalahnya
sekarang adalah, bagaimana memperluas dan memberdayakan sosok UKM Indonesia
yang cenderung masih menerapkan manajemen tradisional, lemah terhadap akses
permodalan, tekhnologi cenderung konvensional,
miskin inovasi dan jaringan, sehingga mampu bersama-sama tumbuh dengan
perusahaan besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi global.
Dalam
konteks demikian, pendekatan bisnis melalui sistim waralaba(franchising)
merupakan salah satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk
mengembangkan ekonomi dan usaha UKM di masa mendatang. UKM harus mampu
membesarkan dirinya secara bersinergi dengan pengusaha besar yang lebih kuat
dalam hal manajemen, teknologi produk, akses permodalan. Pemasaran dan
lain-lain, sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses
kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (selaku penerima
waralaba franchising) dengan pemberi waralaba (franchisoryang umumnya adalah
pengusaha besar, diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.
Mengapa
waralaba yang menjadi alternatif pilihan? Karena melalui bisnis waralaba UKM
akan mendapatkan : 1) transfer manajemen, 2) kepastian pasar, 3) promosi, 4)
pasokan bahan baku, 5) pengawasan mutu, 6) pengenalan dan pengetahuan tentang
lokasi bisnis, 7) pengembangan kemampuan sumberdaya manusia , dan yang paling
terpenting adalah resiko dalam bisnis waralaba sangat kecil (data
empirismenunjukkan bahwa resiko bisnis waralaba kurang dari 8%.
Di
Indonesia usaha waralaba ini sudah mulai berkembang sejak tahun 1985pada
berbagai skala usaha terutama bisis makanan seperti : Pizza Hut, Kentucky Fried
Chicken, Mc Donald, dalam bisis eceran seperti : Carrefour, Smart, dll. Fakta
menunjukkan, bahwa waralaba yang lebih berkembang di Indonesia adalah waralaba
yang sumber teknologinya datang dari luar negeri sebagai pemilik Hak Kekayaan
Intelektual (Intellectual Property Right).
Implikasinya, sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari bisnis waralaba
tersebut mengalir ke kantong pengusaha di luar negeriuntuk pembayaran royalti
secara terus menerus.
Maka dalam
rangka memperkuat perekonomian negara perlu dikembangkan bisnis waralaba
lokal. Saat ini terdapat 42 perusahaan waralaba lokal jauh lebih sedikit jumlahnya dari waralaba asing yang jumlahnya
mencapai 230 perusahaan. Pengembangan waralaba lokal diarahkan dalam rangka
memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja dimana peran koperasi dan
UKM baik sebagai pemberi waralaba maupun penerima waralaba perlu lebih
ditingkatkan.
Perkembangan
waralaba di Indonesia
Bisnis waralaba
di Indonesia mulai marak pada sekitar tahun 1970an dengan bermunculannya
restaurant-restaurant cepat saji (fast food) seperti Kentucky Fried chiken dan
Pizza Hut. Hingga tahuhn 1992 jumlah perusahaan waralaba di Indonesia mencapai
35 perusahaan, 6 di antaranya adalah perusahaan waralaba lokal dan sisanya (29)
adalah waralaba asing. Perkembangan waralab asing. Perkembangan waralaba asing
dari tahun ke tahun berkembang pesat sebesar 710% sejak tahun 1992 hingga tahun
1997, sedangkan perkembangan waralaba lokal hanya meningkatkan sebesar 400%
(dari sejumlah 6 perusahaan menjadi 30 perusahaan).
Namun
sejak krisi moneter tahun 1997, jumlah perusahaan waralaba asing mengalami
penurunan pertumbuhan sebesar -9.78% dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001.
hal ini disebabkan karena terpuruknya nilai rupiah sehingga biaya untuk
franchise fee dan royalti fee serta biaya bahan baku, peralatan dan
perlengkapan yang dalam dollar menjadi meningkat. Hal tersebut mempengaruhi
perhitungan harga jual produk atau jasanya di Indonesia. Sebaliknya waralaba
lokal mengalami peningkatan pertumbuhan rata-rata sebesar 30%. Pada tahun 2001
jumlah waralaba asing tumbuh kembali sebesar 8.5% sedangkan waralaba lokal
meningkat 7.69% dari tahun 2000. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia
dapat dilihatpada tabel di bawah ini.
Persaingan
yang semakin ketat memberikan peluang dan tantangan baru bagi pengusaha di
Indoensia, khususnya usaha makanan dan minuman. Data BPS memperlihatkan impor produk makanan dan minuman olahan untuk
konsumsi rumah tangga periode Januari - September 1998 tercatat US$ 689 juta.
Padahal periode Januari - Juni 1998 nilainya hanya mencapai US$ 185 juta. Suatu
peningkatan yang cukup fantastis dalam kurun waktu tiga bulan. Dibandingkan
dengan nilai impor selama 1997 yang hanya meneapai US$ 46,4 juta, bisa
dipastikan nilai impor selama 1998 akan lebih besar lagi. Salah satu cara untuk
menanggulangi tantangan tersebut dan pada saat yang sama juga menggunakan
peluang-peluang yang ada dengan efektif, adalah berbisnis dengan menggunakan
pola waralaba. Pola ini menggunakan asas kemitraan berdasarkan prinsip saling
menguntungkan dimana kepemilikan perusahaan oleh masing-masing pihak secara
mandiri. Kendatipun demikian, sebenarnya mewaralabakan suatu produk tidaklah
mudah, berbagai tantangan, dan hambatan akan selalu menghadang usaha bisnis
waralaba. Untuk itulah penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lingkungan
internal dan eksternal kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan usaha
makanan/minuman olahan melalui waralaba di DKI Jakarta, merumuskan strategi
pengembangan waralaba bidang makanan/minuman. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara melakukan survey menggunakan kuesioner dan
melakukan diskusi langsung dengan beberapa pemilik/pengelola usaha
makanan/minuman yang ada di DKI Jakarta. Data yang dikumpulkan terdiri dari
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian
kuesioner serta wawancara terhadap pihak yang berkepentingan dalam mengambil
kebijakan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti
Pemda DKI, Kanwil Depperindag, BPS, AFI, dan LDFEUI. Analisis yang dilakukan
adalah analisis SWOT. analisis Hierarki Proses (AHP), analisis usaha dan
analisis ekonomi. Pada analisis SWOT diidentifikasi kekuatan. kelemahan, peluang
dan ancaman dan AHP untuk merumuskan strategi pengembangan usaha
makanan/minuman melalui waralaba yang akan diprioritaskan. Analisis usaha
menjelaskan mengenai proyeksi rugi laba, sedangkan analisis ekonomi menjelaskan
dampak terhadap ekonomi secara lebih luas.
Strategi SO meliputi :
a. mengembangkan
pasar/jaringan waralaba
b. melakukan
pembinaan bisnis waralaba
c. mengembangkan
sistem informasi dan komunikasi
d. mengembangkan sistem ketersediaan dan penanganan
bahan baku/linkages
e. mengukur skala usaha yang tepat.
Strategi
ST meliputi :
a. menyusun
strategi segmentasi pasar
b. menyederhanakan
prosedur pendanaan
c. mengupayakan pendanaan dengan bunga murah
d. menerbitkan
kebijakan perlindungan bisnis waralaba nasional.
Strategi
WO meliputi ;
a. menyusun
sistem bisnis waralaba yang baku
b. melakukan
pendidikan dan pelatihan terhadap para pembina dan calon Pembina
c. membentuk forum koordinasi pengembangan usaha
waralaba
d. mempatenkan produk waralaba.
Sedangkan strategi WT meliputi:
a. meningkatkan mutu pelayanan kepada konsumen
b. membina
sikap mental dan jiwa wirausaha dan
c. sikap
konsisten aparat pembina. Hasil analisis hierarki proses (AHP) diperoleh empat
prioritas utama alternative strategi yaitu penetapan jenis komoditi (bobot
0.358), penetapan pendanaan (bobot 0.289), penetapan lokasi (bobot 0.208) dan
penetapan kelembagaan (bobot 0.145). Berdasarkan aspek-aspek tersebut model
yang direkomendasikan untuk pengembangan usaha makanan/minuman olahan melalui
waralaba adalah :
1. Type A (Rumah Makan/Restoran) .
a. Komoditi
Dapat dipilih Rumah Makan Tradisional yang sudah melekat di masyarakat,
misalnya Rumah Makan "Ayam Goreng Tachia Prest•, Restoran "Mrs.
Roastie•, RM Natrabu).
b. Pendanaan
Kemitraan antara pemilik modal dengan pengelola, atau bantuan langsung tanpa
bunga atau melalui kredit usaha kecil.
c. Lokasi
Dilokasi perkantoran, Pusat Keramaian atau Pusat Rekreasi.
d. Kelembagaan
Pemda DKI Jakarta dalam hal ini Walikotamadya sebagai koordinator di wilayah
masing-masing bekerjasama dengan lembaga terkait.
2. Tipe
B (Stand Makanan/Minuman)
a. Komoditi Dapat berupa makanan jajanan/minuman
ringan yang sudah terkenal. Misalnya Martabak Bangka, Pempek Palembang, Es
Doger, Es Cendol Bandung.
b. Pendanaan
Kemitraan dengan BUMN, subsidi pemerintah, SKIM kredit, koperasi.
c. Lokasi
Daerah perkantoran, sekolahan, Pusat perbelanjaan, Pusat Rekreasi.
d. Kelembagaan
Walikotamadya bertindak sebagai koordinator bekerjasama dengan instansi
terkait.
Demikianlah hal tersebut diatas daerah jakarta
timur khususnya di prumnas klender rata – rata
menjalani usaha waralaba yakni : kebab Turkish, burger edam, alfamart,
sabana chiken, dll. Jauh berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya prumnas
klender tidak begitu menunjukkan suatu statis yang signifikan dalam
perekonomiannya, tetapi setelah perumahan disekitar perumnas dan adanya rumah
susun didaerah tersebut maka membuat suatu pergerakkan pertumbuhan perekonomian
khususnya di bidang jajanan khas kuliner dengan memanfaatkan waralaba. Saat ini
pumnas klender menjadi salah satu tempat yang dituju masyarakat daerah jakarta
timur untuk menikmati kuliner bagi pecinta makanan khas waralaba.
Menurut Fauzy Bowo, Wakil Gubernur DKI
Jakarta, belum lama ini mengutarakan Pemrov DKI Jakarta berkeinginan melakukan
evaluasi atas waralaba has jajanan kuliner.
Pemprov DKI Jakarta kemudian menilai
melalui usaha waralaba makanan bisa berpotensi mengangkat tingkat kehidupan
pelaku usaha warung kecil, sehingga berkeinginan mengevaluasi Instruksi
Gubernur Pemprov DKI Jakarta No. 115/2006
Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah
Perwali (Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia) Amir Karamoy mendesak
Depdag memasukkan kewajiban pewaralaba (franchisor) menyediakan 60% dari total
gerainya dalam pola kemitraan dengan UKM dalam PP Waralaba yang saat ini tengah
direvisi.
"Di luar negeri jika ada pewaralaba
yang mengelola sendiri gerainya lebih dari 40%, maka perusahaan itu dituding
melakukan praktik monopoli."
Selain itu Peran lain yang tak kalah
penting adalah mengentas kemiskinan. Waralaba adalah bisnis yang sudah teruji dibeberapa negara,
segenap hati membantu para pemilik usaha agar bisnisnya bisa bertumbuh lebih
cepat dan besar. Tentu saja, jika semua pengusaha kita memakai sistim bisnis
Bradley J.Sugars ini dan berpartisipasi 100% dalam segala hal, tak menutup
kemungkinan angka kemiskinan dapat ditekan semaksimal mungkin, lapangan
pekerjaan terbuka lebar dan bahkan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat stabil.
Salah
satu khas kuliner dari waralaba yang sangat digemari didaerah jakarta timur
adalah : sabana Chicken dan kebab
Turkish.
Sabana Chiken jl.malakaka raya prumnas klender
jakarta Timur
Buka mulai jam 08.00 pagi dan tutup jam 21.00 malam, tetapi terkadang
tidak menentu dikarenakan sudah habis sebelum jam tutup,.
Hal ini menunjukkan
bahwa sudah sukses mengembangkan gerai di Prumnas klender Jakarta Timur, Sabana
Fried Chicken terus berekspansi dengan pola kemitraan. Hanya dalam waktu tiga
tahun, hingga saat ini, sudah memiliki lebih dari 300 lebih gerai mitra yang
tersebar di Jabodetabek, 25 mitra di Bandung dan baru mulai dengan satu mitra
di wilayah Serang Banten.
Dasar perkembangan yang
sedemikian pesat, menurut Bagus drajadi, pemilik dari waralaba Sabana Fried
Chicken di Daerah tersebut , karena
investasi yang sangat kecil, penentuan lokasi yang fleksibel, kualitas rasa yang
sama bila dibandingkan dengan restoran fried chicken papan atas serta tujuan
mulia memberdayakan ekonomi keluarga terutama bagi yang PHK, pengangguran dan
sebagainya.
“Kami mengembangkan
Sabana dengan hati dan tidak ada target jumlah mitra. Bahkan kami tidak mau
berpromosi. Semua berjalan seperti air mengalir sehingga jumlah mitra pun
berkembang dengan sendirinya sampai saat ini,”.
Bagus mengatakan ,
mitra bebas untuk menentukan lokasinya tetapi persetujuan akhir tetap
berdasarkan perspektif dari pihak Sabana. Bahkan, didalam satu kawasan Sabana
tidak mematok jarak antara gerai apabila sesuai dengan perspektif konsumen.
“Maksudnya bila di satu
gerai itu konsumenya banyak, maka untuk jarak gerai bisa saja dibuat lebih
dekat lagi. Dan hal sebaliknya, bila di kawasan tersebut tingkat mobilenya
tinggi, maka di situ bukanlah daerah yang berpotensi untuk gerai Sabana,”.
Tingkat mobile yang tinggi, maksudnya di tempat tersebut ramai dilalui
kendaraan sehingga hanya mengharapkan konsumen pengedara yang sempat berhenti
saja.
Tingginya animo mitra
untuk memiliki Sabana, tutur Bagus, bahkan berlangsung hingga akhir tahun ini.
“Banyak mitra yang mau bergabung, tetapi kami tetap melakukan seleksi tempat
dan sebagainya. Karena kami juga mengutamakan kesuksesan mitra kami lainnya
yang telah lama bergabung,”. Karena bagaimana pun juga dalam bisnis, masih ada
saja mitra yang gagal tetapi untuk Sabana jumlahnya kurang dari 1 persen.
Erry menenggarai, omset dari setiap gerai mitra berkisar Rp 800 ribu per hari sehingga kemungkinan balik modalnya sedikit lebih cepat. Sementara investasi untuk menjadi mitra sebesar Rp 13.750.000 dengan mendapatkan bahan baku, gerobak serta training.
Selain itu adapula kebab turkish yang
tidak kalah ramai dengan ayam sabana
Lokasi : pinggiran jalan prumnas klender
Tempat & Suasana :
Tempatny sih g terlalu besar dan hanya berupa kios
gitu, serta suasanany cukup nyaman dan tempatny juga lumayan bersih
Makanan : disini saya memesan Kebab Turki ny yg 1 kebab itu berisi daging, potongan selada, tomat, timun, bawang bombay, dan di kasih mayonaise, dari tekstur roti tortilla ny itu empuk serta cukup lembut dan rasany gurih, dan dari dagingny itu isi g terlalu bnyak dan rasany itu lumayan enak dan tekstur ny juga lembut, dan dari keseluruhan rasany itu enak dgn rasa pedas, gurih, dan asam dari tomat yga pas.
Pelayanan : Pelayanannya itu cukup memuaskan serta, kerjanya cepat dan sigap, dan orangnya juga ramah
Dengan demikian
bisnis waralaba merupakan peluang Yang sangat menjanjikan bagi pengusaha UKM
yang mau mengembangkan usahanya. Walaupun bisnis waralaba sangat menjanjikan, akan
tetapi setiap usaha bisnis selalu mempunyai potensi resiko, oleh karena itu
pengelolaan bisnis secara profesional merupakan tuntutan persyaratan untuk
keberhasilan. Untuk itu diperlukan pemikiran yang cermat apabila pengusaha UKM
telah mengambil keputusan untuk terjun dalam bisnis waralaba. Untuk
memilih bentuk dan jenis waralaba yang
akan dibeli, setiap UKM harus memperhatikan manajemen, prosedur, etika dan
filosofi dari waralaba yang ingin dipilih, yaitu bagamana jaringan waralaba
dimulai, seberapa luas jaringan waralaba, apakah waralaba tersebut sudah mapan
di pasar atau sedang bertumbuh, investasi seperti apa yang dibutuhkan dll.
Untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum UKM memasuki bisnis waralaba
adalah :
1. Mcnyeleksi waralaba
Yang akan dipilih.
2. Meyakinkan
motivasi untuk berbisnis waralaba.
3. Menghubungi
waralaba yang mempunyai prospektif baik.
4. Menyelidiki
sistem waralaba yang akan dipilih.
5. Mengevaluasi
kesempatan dan tantangan waralaba yang bersangkutan.
6. Mempelajari
sistem manajemen korporasinya.
7. Memilih format
bisnis waralaba yang akan dijalankan.
8. Melakukan
kontrak kerjasama bisnis waralaba.
BAB
III.PENUTUP
Kesimpulan
Waralaba adalah bisnis yang sekarang menjadi dominan
disekitar daerah Jakarta Timur Prumnas Klender, waralaba menjadi tren pada
kurun waktu 4 tahun terakhitr ini karena tidak serumit dalam membuat bisnis
baru yang memerlukan ide-ide kreatif . menjamurnya bisns waralaba menjadi
indicator penting bahwa peertumbuhan masyarakat untuk berinvestasi semakin
meningkat, tentunya waralaba murah masih menjadi idola pengembang sector bisnis
kecil dan juga mempunyai resiko relatif kecil.
Waralaba merupakan
prospek bisnis bagi UKM karena sudah terbukti dapat meningkatkan akses pasar
UKM, mensinergikan perkembangan usaha besar dengan UKM melalui kemitraan, serta
mempercepat mengatasi persoalan kesenjangan kesempatan berusaha antara golongan
ekonomi kuat yang sudah mempunyai jejaring dengan golongan ekonomi lemah,
Sistem ini juga mempercepat pemanfaatan produk dan jasa untuk didistribusikan
ke daerah-daerah, karena sistem ini memungkinkan partisipasi dari sumberdaya
daerah terlibat hingga ketingkat kecamatan, bahkan sampai ke pedesaan.
Oleh karena itu
pertanyaan yang masih perlu dicarikan jawabannya ke depan adalah pertama,
bagaimana upaya mendorong pengusaha UKM Untuk ambil bagian dalam bisnis
waralaba berteknologi maju tersebut sehingga mereka bisa lebih terberdayakan,
yang pada gilirannya diharapkan mampu mengembangkan dirinya secara
berkelanjutan, kedua, sejalan dengan itu bagaimana upaya membangun dan
menumbuh-kembangkan sistem waralaba yang asli hasil inovasi teknologi dalam
negeri agar baik multiplier pendapatan maupun tenaga kerja seluruhnya dapat
dinikmati oleh masyarakat banyak.
Saran
Berkaitan
dengan hal tersebut diatas beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah :
1. perlu pengkajian pengkajian lebih lanjut
mengenai pemberdayaan Usaha Kecil Menengah bidang makanan melalui waralaba
secara lebih rinci dalam kaitannya dengan evaluasi permasalahan di lapangan.
2. perlu
pengkajian lebih rinci mengenai indicator keberhasilan usaha waralaba lokal bidang
makanan secara kuantitatif.
3. Perlu
pengkajian mengenai dampak usaha waralaba terhadap sosial ekonomi secara
lengkap dan menyeluruh.
4. agar
strategi komoditi dapat efektif maka seluruh informasi yang berkaitan dengan
hal tersebut harus lengkap.
5. agar strategi pendanaan dapat efektif maka
jaringan kemitraan antara instansi pusat, daerah dan swasta harus lebih ditingkatkan
secara transparan.
6. agar strategi penetapan lokasi dapat efektif,
maka Perda yang mengatur tata ruang harus diindahkan oleh semua pihak yang
berkepentingan.
7. agar
strategi kelembagaan dapat efektif, maka perlu pengkajian yang lebih mendalam
mengenai penanganan dalam pembinaan usaha makananl minuman melalui waralaba
bila perlu melakukan sinergi antara instansi-instansi yang tugas pokok dan
fungsinya tumpang tindih.