ABSTRAK
Feni oktaviani 38209533
Peran UKM Terhadap Perekonomian dan pertumbuhan di Indonesia
Universitas
Gunadarma
Kata
Kunci : peran serta UKM ( usaha kecil
menengah ) bagi perekonomian dan pertumbuhan di Indonesia.
Dari
pengalaman dan pengamatan sejak 30 tahun sejak tahun 1956, tergambar dengan
jelas bahwa diindonesia setiap tahun lahir dan tenggelam sekian ribu perusahaan
terutama perusahaan kecil. Di kota – kota besar bangkit generasi perusahaan
baru baik besar maupun kecil, dan hal ini sangat melegakkan dan member harapan.
Tetapi jika meneliti lnih lanjut perkembangan dan dunia usaha yang ada di
Indonesia , terutama perusahaan yang dikelola keluarga, baik perusahaan besar
dan peruahaan kecil banyak yang tidak bertahan lama dan sukses sampai generasi
kedua.
Peran Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia sangat besar dan telah
terbukti menyelamatkan perekonomian bangsa pada saat dilanda krisis ekonomi
tahun 1997, kata Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (DPP
HIPPI), Suryo B.Sulisto,MBA. Usaha Kecil Menengah atau lazim kita kenal sebagai UKM mempunyai banyak
peranan penting dalam perekonomian. Salah satu peranannya yang paling krusial dalam pertumbuhan ekonomi adalah
menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya yang fleksibel dan cakap membuat
UKM dapat direkayasa untuk mengganti lingkungan bisnis yang lebih baik daripada
perusahaan-perusahaan besar. Dalam banyak kasus, dari sejumlah UKM yang baru
pertama kali memasuki pasar, di antaranya dapat menjadi besar karena
kesuksesannya dalam beroperasi, dan dengan inilah indonesia mampu tumbuh
menjadi negara yang mempunyai kekuatan dalam bidang UKM.
Bab 1. Pendahuluan
Fenomena
yang cukup menarik dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan pengalam
perusahaan kecil di Indonesia ialah yang dikelola oleh keturunan Tionghoa dan
Arab. Fenomena ini di ungkapkan oleh H.Probosutedjo.
seorang pengusaha nasional. Dapat kita amati bahwa disetiap kota kecamatan,
pasar – pasar, dan terutama kota ukuran besar dan sedang hamper semua kehidupan
ekonomi dikelola oleh keturunan Tionghoa dan sukses secara berkesinambungan.
Mereka berhasil dan “survive” dalam berbagai gelombang krisis ekonomi dan
bahkan lebih Berjaya lagi selama 20 tahun terakhir. Beberapa diantara mereka
telah berhasil dengan tenang dan Berjaya memasuki generasi kedua atau ketiga atau
telah menjadi perusahaan besar yang modern dan bertaraf nasional bahkan
internasional.
Menurut
hasil sensus terakhir pada saat ini jumlah penduduk yang tinggal di kota
umumnya terdiri dari pegawai negeri maupun swasta, ataupun karywan di pabrik.
Pada saat ini, sesuai dengan uud 1945 pasal 33,hamper semua sector penting
kehidupan ekonomi Indonesia di pegang atau dikelola oleh Negara. Itulah
sebabnya hamper semua tambang, perkebunan besar, transportasi (udara, laut,
darat ), kantor pos, bank devisa, listrik, pasar, bahan bakar, telekomunikasi,
distribusi pangan, kespor-impor, asuransi dikuasai dan atau dikelola oleh
Negara baik langsung maupun lewat organisasi dagang,
Sejarah
telah membuktikan bahwa Negara di modern pun diabad computer ini eksistensi
perusahaan kecil yang terjamin. Keyakinan ini semakin mendasar melihat tekad
pemerintah RI membina perusahaan kecil serta adanya kecendrungan pemerintah
untuk mengadakan liberalisasi ekonomi.
Menurut
fakta sejarah sejak ratusan tahun yang lalu,mayoritas masyarakat Indonesia
hidup dari kegiatan pertanian.
Sejarah
telah menunjukkan bahwa Usaha Kecil (UKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang
dengan adanya krisis ekonomi yang telah melanda negeri ini sejak tahun 1997,
bahkan menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa karena
kemampuannya memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada PDB maupun
penyerapan tenaga kerja. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah UKM secara
nasional ada 42,4 juta dengan memberikan sumbangan terhadap PDB mencapai
Rp.1.013,5 trillun (56,7% dari total PDB) dan kemampuan penyerapan tenaga kerja
sebesar 79 juta jiwa (BDS LPPM UNS, 2005). Kecenderungan kemampuan UKM
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian suatu
negara tidak saja terjadi di Indonesia dan negara-negara berkembang namun juga
terjadi di negara-negara maju pada saatsaat negara tersebut membangun kemajuan
perekonomiannya sampai sekarang.
Kondisi
demikian mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menetapkan tahun 2004
sebagai tahun International microfinance. Hal ini dimasudkan tidak saja untuk
menunjukkan keberpihakan badan dunia tersebut terhadap UKM namun juga dalam
rangka mendorong negara berkembang untuk lebih memberikan perhatian pada
pemberdayaan UKM dengan cara memberikan berbagai stimulan dan fasilitasi. Sejalan
dengan program PBB tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan tahun 2005 sebagai
“Tahun UMKM Indonesia” dengan melakukan berbagai instrumen dan program
fasilitasi pemberdayaan UKM di tingkat nasional, sedangkan untuk di daerah
diharapkan dilakukan oleh pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah dewasa ini telah cukup menunjukkan keberpihakan pada
usaha kecil dan menengah.
Banyak sudah upaya dan
langkah-langkah pemerintah menyangkut pemberdayaan pada usaha kecil dan
menengah dalam lima tahun terakhir ini. kebijakan pemerintah untuk berpihak
kepada UKM itu merupakan langkah yang sangat tepat guna membangkitkan
perekonomian bangsa dan Negara, di negara-negara majupun, baik di Amerika
Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM lah yang menjadi pilar utama perekonomian
negara. Keadaan itu hanya mungkin terjadi karena pemerintahan daripada
negara-negara tersebut mempunyai kebijakan yang mendukung terciptanya kondisi
dimana usaha kecil menengah mereka menjadi sangat sehat dan kuat.
BAB 2. Pembahasaan
Sejak
badai krisis yang menerpa perekonomian Indonesia pada tahun 1997, pelaku
ekonomi dipaksa untuk berusaha lebih keras untuk bertahan , kehancuran mulai
terlihat parah karena sebelumnya pemerintah orde baru terlalu memfokuskan
perekonomian pada para konglomerat, hutang-hutang yang seharusnya dapat memacu
roda ekonomi Indonesia berbalik menjadi suatu jeratan yang mencekik
perekonomian Indonesia. UKM, sebagai salah satu elemen perekonomian Indonesia,
boleh jadi akan menjadi harapan yang indah sebagai benteng pengganti bagi
perekonomian Indonesia, UKM yang dulunya sering menjadi korban dari kebijakan Pemerintah
Orde Baru yang mementingkan konglomerat dan pengusaha besar, nampaknya telah
terbiasa dengan kemandirian dan tidak terlalu tergantung dengan pemerintah. UKM
nampaknya harus dipersiapkan sebagai benteng yang kokoh dan tangguh bagi
perekonomian Indonesia.
Peran UKM dalam Perekonomian
Indonesia
Usaha Kecil Menengah atau lazim kita
kenal sebagai UKM mempunyai banyak peranan penting dalam perekonomian. Salah satu peranannya yang paling krusial
dalam pertumbuhan ekonomi adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya
yang fleksibel dan cakap membuat UKM dapat direkayasa untuk mengganti
lingkungan bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Dalam
banyak kasus, dari sejumlah UKM yang baru pertama kali memasuki pasar, di
antaranya dapat menjadi besar karena kesuksesannya dalam beroperasi.
Sejak krisis moneter yang diawali
tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK
massal terhadap karyawannya. Berbeda dengan UKM yang tetap bertahan di dalam
krisis dengan segala keterbatasannya. UKM dianggap sektor usaha yang tidak
cengeng dan tahan banting.Selain itu sebagai sektor usaha yang dijalankan dalam
tataran bawah, UKM berperan besar dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan
fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi korban dipaksa untuk berfikir
lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor UKM ini. Produk-produk UKM,
setidaknya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
nasional, karena tidak sedikit produk-produk UKM itu yang mampu menembus pasar
internasional.
Sekarang
ini lembaga-lembaga donor internasional semuanya mendukung perkembangan UKM.
Ada yang melihatnya sebagai wahana untuk menciptakan kesempatan kerja (ILO),
ada yang melihatnya sebagai penjabaran komitmen mereka (IMF, Bank Dunia, Bank
Pembangunan Asia) untuk memerangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Di
Asia, perkembangan sektor UKM ini juga dilihat sebagai salah suatu jalan keluar
dari krisis ekonomi. Para donor multilateral dan bilateral (antara lain Jepang)
semuanya akan menyediakan dana dan bantuan teknis untuk pengembangan sektor
ini.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi
Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat tahun 2000, jumlah
kelompok usaha kecil di Provinsi Jawa Barat adalah 6.751.999 unit atau
merupakan 99,89% dari keseluruhan jumlah kelompok usaha yang ada. Penyebaran
kelompok usaha kecil ini masih didominasi oleh sektor pertanian dengan jumlah
usaha/rumah tangga sebanyak 4.094.672 unit.
SEJARAH
perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha skala
kecil – menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah
ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat
sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha
kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak perang
dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan. (D.L. Birch, 1979)
Krisis yang terjadi di Indonesia
pada 1997 merupakan momen yang sangat menakutkan bagi perekonomian Indonesia.
Krisis ini telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah.
Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara
drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah
terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan yang ikut
terpuruk turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak
perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang
tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap bertahan, bahkan cendrung
bertambah.
Ada beberapa alasan mengapa UKM
dapat bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar UKM
memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap
pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak
banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya
kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua,
sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan
sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini.
Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan
usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM
mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan
sangat rendah.
Terbukti saat krisis global yang
terjadi beberapa waktu lalu, UKM hadir sebagai suatu solusi dari sistem
perekonomian yang sehat. UKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit
bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia.
Dengan bukti ini, jelas bahwa UKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan
kekompetitifan pasar dan stabilisasi sistem ekonomi yang ada.
Kegiatan UKM meliputi berbagai
kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak
disektor pertanian. Pada 1996, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan,
jumlah UKM sebanyak 38,9 juta dengan rincian: sektor pertanian berjumlah 22,5
juta (57,9%); sektor industri pengolahan 2,7 juta (6,9%); sektor perdagangan,
rumah makan dan hotel sebanyak 9,5 juta (24%); dan sisanya bergerak di bidang
lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998), Indonesia jauh tertinggal
bila dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65%),
China (50%), Vietnam (20%), Hongkong (17%), dan Singapura (17%). Oleh karena
itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain:
perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.
Dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting,
karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam
kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. Peranan usaha
kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan
pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, serta . Departemen Koperasi dan UKM. Namun, usaha pengembangan
yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya karena pada kenyataannya
kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha
besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit
saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja sehingga
hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar
hampir di semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan, kehutanan,
pertanian dan industri.
Peran Usaha
Kecil Menengah (UKM) di Indonesia sangat besar dengan UKM pengangguran akibat
angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang dan
telah terbukti menyelamatkan perekonomian bangsa pada saat dilanda krisis
ekonomi tahun 1997, kata Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Pribumi
Indonesia (DPP HIPPI), Suryo B.Sulisto,MBA.
UKM lah yang
justru dapat tetap survive dan bertahan sedangkan perusahaan - perusahaan besar
yang begitu luar biasanya mendapat dukungan dari pemerintah masa lalu ternyata
tidak mampu menghadapi krisis bahkan banyak yang collapse dan berguguran.
Sektor UKM telah
dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia.
Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya
sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih
besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis
Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan
terhadap krisis dan mampu survive karena :
1.
Tidak memiliki utang luar negeri.
2. Tidak banyak utang ke perbankan karena mereka
dianggap unbankable.
3. Menggunakan input lokal.
4. Berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah
perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia.
5. jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari
keseluruhan unit usaha di Indonesia.
Sumbangan UKM
terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap
penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor
melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan
langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.
1 kualitas jasa
juga dapat dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan
teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga
organisasi dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi
harus selalu mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.
Kebijakan
pemerintah dewasa ini telah cukup menunjukkan keberpihakan pada usaha kecil dan
menengah. Banyak sudah upaya dan langkah-langkah pemerintah menyangkut
pemberdayaan pada usaha kecil dan menengah dalam lima tahun terakhir ini.
Namun kiranya
perlu kita bertanya sudah sejauh manakah langkah-langkah dan upaya-upaya
pemerintah tersebut telah memperlihatkan hasil yang nyata didalam membawa dan
menempatkan UKM kita pada taraf yang mapan, sehat dan kuat? juga, sampai sejauh
manakah sudah dicapai tingkat daya saing UKM kita di dalam percaturan
perekonomian di tingkat nasional, regional maupun global ? .
Adalah fakta
yang kita semua ketahui bahwa ratusan trilyun harus ditanggung rakyat untuk
menyelamatkan bank-bank swasta yang saat inipun masih membebani APBN kita untuk
pembayaran bunga bond rekap mereka.
Kebijakan
pemerintah untuk berpihak kepada UKM itu merupakan langkah yang sangat tepat
guna membangkitkan perekonomian bangsa dan negara.Sebagai usaha kecil yang ikut
didalam pembangunan perekonomian bangsa, UKM harus menjalin kerjasama bisnis
secara profesional, bersih, transparan dan bertanggung jawab dengan pemerintah
daerah, pusat maupun negara luar .
Oleh karena itu
sebagai pengusaha dan juga anggota HIPPI diharapkan untuk tidak terlibat dalam
praktek-praktek yang tidak terpuji seperti penyelundupan, penjarahan hutan,
penggelapan pajak dan lain sebagainya.
Peran negara dalam bidang
ekonomi harusnya tidak boleh diminimalkan, negara yang diwakilkan oleh
pemerintah sudah selayak mempunyai peran yang maksimal dalam bidang
ekonomi.
Melalui berbagai kebijakan
pemerintah, negara memberikan jaminan hukum dan perundang-undangan. Apalagi
terhadap kegiatan ekonomi yang potensial seperti UKM.
Memang harus diakui akibat sistem
ekonomi pembangunan “pro growth” terjadang memunculkan citra yang kurang baik
terhadap pemerintah. Pemerintah dianggap tidak mengayomi UKM.
Misalnya Kebijakan CAFTA,
beberapa kalangan menilai kebijakan ini tidak menguntungkan bagi dunia UKM
Indonesia. kebijakan CAFTA kontradiksi dengan kebijakan pemerintah yang
berupaya memajukan UKM Indonesia.
Dengan mengakomodir CAFTA, pemerintah
sama saja membunuh usaha kecil yang tidak mampu bersaing dengan produk China
yang membanjiri Indonesia.
Meski demikian bukan berarti
Pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan yang merugikan UKM, jika dicermati
banyak juga kebijakan yang dibuat pemerintah terkait kemajuan UKM Indonesia.
Pemerintah telah sejak lama
melakukan pembinaan terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi. Pembinaan
terhadap kelompok usaha ini semenjak kemerdekaan telah mengalami perubahan
beberapa.
Pemerintah sesungguhnya telah melakukan
beragam usaha memajukan UKM dengan program pokok pembinaan usaha kecil,
menengah, dan koperasi. Setidaknya dapat dilihat dari tiga sisi:
Pertama, program penciptaan iklim
usaha yang kondusif. Program ini bertujuan untuk membuka kesempatan berusaha
seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usahan dengan memperhatikan kaidah
efisiensi ekonomi sebagai prasyarat untuk berkembangnya UKM dan koperasi.
Kedua, program peningkatan akses
kepada sumber daya produktif. Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan
UKM dalam memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya,
terutama sumber daya lokal yang tersedia.
Ketiga,
program pengembangan kewirausahaan dan pelaku UKM berkeunggulan kompetitif.
Tujuannya untuk mengembangkan perilaku kewirausahaan serta meningkatkan daya
saing UKMK. (*) Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mengatakan, program
kampanye cinta produk lokal/dalam negeri diproyeksi mampu menumbuhkan sekitar 600.000
UKM baru di Indonesia. Dengan kampanye cinta produk dalam negeri, saya
perkirakan minimal akan tumbuh.
Ia mengatakan, jika seluruh masyarakat di Indonesia yang berjumlah lebih kurang 230 juta jiwa menggunakan produk dalam negeri, akan sangat potensial mendorong pertumbuhan UKM baru.
Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia, dinilainya, merupakan pasar yang sangat potensial untuk digarap oleh UKM lokal. "Untuk itu, perlu dorongan dari kita semua dan kita harus mendukung untuk mengampanyekan produk dalam negeri," katanya.
Penggunaan produk dalam negeri, kata dia, harus menjadi komitmen bersama di kalangan masyarakat.
Ia berpendapat, setiap masyarakat harus menyadari bahwa mencintai dan menggunakan produk dalam negeri merupakan upaya nyata untuk memperkuat kinerja industri dan UKM di dalam negeri.
Apalagi di tengah gempuran produk asing, khususnya China, yang unggul dalam produktivitas dan harga yang murah, kampanye produk dalam negeri harus dilakukan secara serius, kata Sjarif. Ia menyatakan, pihaknya bersama kementerian/lembaga lain telah berkomitmen untuk menggunakan produk dalam negeri dan mengampanyekan gerakan gemar produk Indonesia.
Ia mengatakan, jika seluruh masyarakat di Indonesia yang berjumlah lebih kurang 230 juta jiwa menggunakan produk dalam negeri, akan sangat potensial mendorong pertumbuhan UKM baru.
Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia, dinilainya, merupakan pasar yang sangat potensial untuk digarap oleh UKM lokal. "Untuk itu, perlu dorongan dari kita semua dan kita harus mendukung untuk mengampanyekan produk dalam negeri," katanya.
Penggunaan produk dalam negeri, kata dia, harus menjadi komitmen bersama di kalangan masyarakat.
Ia berpendapat, setiap masyarakat harus menyadari bahwa mencintai dan menggunakan produk dalam negeri merupakan upaya nyata untuk memperkuat kinerja industri dan UKM di dalam negeri.
Apalagi di tengah gempuran produk asing, khususnya China, yang unggul dalam produktivitas dan harga yang murah, kampanye produk dalam negeri harus dilakukan secara serius, kata Sjarif. Ia menyatakan, pihaknya bersama kementerian/lembaga lain telah berkomitmen untuk menggunakan produk dalam negeri dan mengampanyekan gerakan gemar produk Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2009, jumlah UKM di Indonesia sebanyak 520.220 unit, sedangkan jumlah koperasi sampai dengan pertengahan 2009 sebanyak 166.100 unit yang tersebar di seluruh Indonesia.(kompas.com)
Dalam melihat peranan usaha kecil
ke depan dan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai posisi tersebut, maka
paling tidak ada dua pertanyaan besar yang harus dijawab : Pertama,
apakah UKM mampu menjadi mesin pertumbuhan sebagaimana diharapkan oleh gerakan
UKM di dunia yang sudah terbukti berhasil di negara-negara maju; Kedua,
apakah UKM mampu menjadi instrumen utama
bagi pemulihan ekonomi Indonesia, terutama memecahkan persoalan pengangguran.
Kadang – kadang harapan yang
dibebankan kepada UKM juga terlampau berat, karena kinerjanya semasa krisis yang
mengesankan. Disamping pangsa relatif yang membesar yang diikuti oleh tumbuhnya
usaha baru juga memberikan harapan baru. Sebagaimana diketahui selama tahun
2000 telah terjadi tambahan usaha baru yang cukup besar dimana diharapkan
mereka ini berasal dari sektor modern/besar dan terkena PHK kemudian menerjuni
usaha mandiri. Dengan demikian mereka ini disertai kualitas SDM yang lebih baik
dan bahkan mempunyai permodalan sendiri, karena sebagian dari mereka ini
berasal dari sektor keuangan/perbankan
Mengingat populasi terbesar dari unit usaha yang mengembang pada
penyediaan lapangan kerja adalah usaha kecil, maka fokus pembahasan selanjutnya
akan ditujukan pada usaha kecil. Tinjauan terhadap keberadaan usaha kecil
diberbagai sektor ekonomi dalam pembentukan PBD menjadi dasar pemahaman kita
terhadap kekuatan dan kelemahannya, selanjutnya potensinya sebagai motor
pertumbuhan perlu ditelaah lebih dalam agar kita mampu menemu kenali
persyaratan yang diperlukan untuk pengembangannya.
Kelompok Usaha dan Pembentukan Nilai Tambah
Selama ini yang lazim kita lakukan adalah membuat analisis sumbangan
sektor–sektor ekonomi dalam pembentukan PDB. Untuk menilai posisi strategis
kelompok usaha terutama usaha kecil hanya akan dapat diperlihatkan melalui
konstribusi kelompok usaha menurut sektor ekonomi. Dengan melihat kelompok
usaha ini akan mampu melihat kemampuan potensial kelompok usaha dalam
menghasilkan pertumbuhan.
Proses transformasi struktural perekonomian kita memang telah berhasil
menggeser dominasi sektor pertanian, sehingga sampai dengan menjelang krisis
ekonomi (1997) sumbangan sektor pertanian tinggal 16 % saja, sementara sektor
industri telah mencapai hampir 27 % dan menjadi penyumbang terbesar dari
perekonomian kita. Ini artinya sektor industri telah mengalami pertumbuhan yang
pesat selama tiga dasa warsa sebelum krisis semasa pemerintahan Orde Baru.
Apabila hanya sepintas melihat perkembangan ini, dengan transformasi struktural
dari pertanian ke industri, maka semua kelompok usaha akan ikut menikmati
kemajuan yang sama. Sehingga kelompok industri manufaktur skala kecil juga
mengalami kemajuan yang sama.
Secara makro proses pemulihan ekonomi Indonesia belum terjadi karena indeks
output pada tahun 2001 ini belum kembali pada tingkat sebelum krisis (1997),
Perkembangan yang terjadi pada grafik 1 memperlihatkan bahwa indeks PDB
keseluruhan baru mencapai 95% dari tingkat produksi 1997. Sektor yang tumbuh
dengan krisis adalah sektor listrik, gas, air minum yang pada 4 tahun terakhir
ini tumbuh dengan rata-rata diatas 5%/tahun. Hal ini antar lain disamping
output yang meningkat terutama disebabkan oleh penyesuaian harga yang terus
berjalan.
Jika kita cermati secara lebih rinci penyumbang PDB atas dasar sektor pelaku
usaha akan terlihat jelas adanya ketimpangan tersebut. Tabel 1 menyajikan
perbandingan peran 5 besar penyumbang PDB menurut sektor dan kelompok usaha,
Sejak sebelum krisis ekonomi, hingga mulai meredanya krisis terlihat bahwa
ranking 1 (satu) penyumbang PDB adalah kelompok usaha besar pada sektor
industri pengolahan dengan sumbangan berkisar 17-19 % selama 1997- 2001. Ini
berarti bahwa untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi semata, ekonomi kita tetap
bersandar pada bangkitnya kembali industri pengolahan besar dengan aset diatas
Rp. 10 miliar di luar tanah dan bangunan. Sektor industri skala besar hanya
terpukul pada saat puncak krisis 1998, dimana pertumbuhan ekonomi kita
mengalami pertumbuhan negatif 13,4% ketika itu. Dan setelah itu ketika
pemulihan ekonomi mulai bergerak maka kelompok ini kembali mengambil porsi nya.
Pertanyaan yang
menarik adalah apakah industri kecil dan menengah tidak bangkit, padahal pada
kelompok usaha kecil di seluruh sektor telah mengalami pergeseran peran dengan
sumbangan terhadap PDB yang meningkat dari 38,90% pada tahun 1996 atau 40,45%
pada tahun 1997 menjadi 43,08% pada tahun 1999 ? Pada sektor industri
pengolahan ternyata tidak terjadi perubahan sumbangan usaha kecil yang nyata
yakni : 3,90%, 4,03%, 3,85%, 3,74% dan 3,79% berturut–turut untuk tahun 1997,
1998, 1999, 2000 dan 2001. Berarti secara riil tidak ada kemajuan yang berarti
bagi peran industri kecil, yang terjadi justru kemerosotan pada beberapa
kelompok industri. Dengan gambaran ini memang belum dapat disimpulkan bahwa
industri kecil mampu menjadi motor pertumbuhan, sementara industri skala
menengah keadaannya jauh lebih parah di banding usaha kecil, sehingga tidak
mampu memanfaatkan momentum untuk mengisi kemunduran dari usaha besar dan
paling terpukul pada saat krisis memuncak pada tahun 1998-1999. Salah satu
sebabnya diduga dikarenakan tingginya ketergantungan usaha menengah terhadap
usaha besar, baik karena ketergantungan sebagai industri sub-kontrak maupun
ketergantungan pasar dan bahan baku terhadap industri besar.
Selanjutnya penyumbang terbesar kedua
adalah kelompok usaha kecil sektor pertanian yang menyumbang sekitar 13-17 %
selama periode 1997-2001. Hal yang menarik adalah posisi relatif usaha kecil
sektor pertanian yang sangat bergerak cepat dimasa krisis dan kembali merosot
ke posisi sebelum krisis. Hal ini perlu mendapatkan penelahaan yang mendalam.
Salah satu alasan yang dapat diterima adalah rendahnya harga output produk
primer pertanian yang bersamaan dengan naiknya harga input, terutama yang
bersumber dari impor. Sektor pertanian yang sangat di dominasi pertanian pangan
memang sangat terbatas kemampuannya untuk menjadi sumber pertumbuhan, terutama
beras. Pangsa relatif yang membesar terutama disebabkan kemunduran sektor lain ketika
pertanian tidak terlalu terpukul, paling tidak tingkat produksi fisiknya. Jika
pada tahun 1997 Usaha Kecil sektor pertanian menyumbang sebesar 13,30% pada
tahun 1998 dan 1999 meningkat mendekati
17 %, maka pada tahun 2001 diperkirakan akan terus kembali menjadi 13,93
% saja. Keadaan ini akan berlanjut sejalan dengan menurunnya peran sektor
pertanian dalam pembentukan PDB.
Jika diperhatikan lebih lanjut dari tabel 1 maka sektor
perdagangan hotel dan restoran kelompok usaha kecil pada saat sebelum krisis
menunjukan ranking ke 3 (tiga) dalam sumbangannya pada pembentukan PDB, berarti
Usaha Kecil sektor ini sangat penting bagi pembentukan PDB dan penyediaan
lapangan kerja dengan sumbangan diatas 11 % terhadap PDB kita. Namun sejak dua
tahun terakhir ketika krisis mulai pulih posisi ranking ke 3 (tiga) mulai
digusur oleh sektor pertambangan kelompok usaha besar. Dengan demikian peran
Usaha Kecil sektor perdagangan hotel dan
restoran sebagai sumber pertumbuhan juga semakin merosot, sehingga lampu merah sudah
hampir tiba peran kelompok usaha kecil porsinya untuk menghasilkan sumbangan
bagi pertumbuhan PDB semakin kurang dominan. Sektor pertambangan usaha besar
bahkan sudah mendekati Usaha Kecil sektor pertanian.
Sektor jasa-jasa menempati
urutan kelima dengan sumbangan sekitar 4-5 % dan didominasi oleh usaha besar.
Sektor ini nampaknya tidak terlalu penting dalam menyumbang pertumbuhan, namun
jasanya sangat vital untuk mendukung pertumbuhan. Sektor jasa-jasa ini memiliki
kaitan yang luas dalam proses produksi dan distribusi dan memberikan dukungan
yang sangat berarti. Sektor jasa yang besar adalah jasa yang dihasilkan oleh
pemerintah, karena peran pemerintah dalam pengeluaran juga mempunyai peran yang
penting.
Pelajaran menarik dari hasil
penelaahan ini adalah bahwa dalam proses transisi yang terjadi selama krisis,
kemajuan relatif yang dicapai oleh UKM hanya karena mandegnya usaha besar.
Usaha menengah tidak mungkin bergerak tanpa dukungan jasa keuangan perbankan
yang fleksible sehingga ketika bank rontok maka usaha menengah juga tidak mampu
berbuat apa-apa, usaha kecil bertahan karena dia harus hidup.
Hambatan
Usaha Kecil sebagai Motor Pertumbuhan
Memperhatikan analisis pada bagian
sebelumnya dapat kita catat bahwa potensi usaha kecil sebagai motor pertumbuhan
ekonomi bagi pemulihan krisis ekonomi. Untuk dapat mencerna secara tepat
faktor-faktor yang menjadi kendala bagi ekspansi usaha kecil maka diperlukan
pendalaman dengan membuat disagregrasi kelompok usaha kecil. Sebagaimana
diketahui sesuai hasil pengolahan data tahun 1993 dari sektor usaha kecil
sekitar 97% terdiri dari usaha kecil-kecil (mikro) dengan omset dibawah Rp. 50
juta,-. Dengan demikian mayoritas usaha kecil adalah usaha mikro dan sebagian
terbesar berada di sektor pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran.
Masalah mendasar yang membatasi
ekspansi usaha kecil adalah realitas bahwa produktivitasnya rendah sebagaimana
diperlihatkan oleh nilai tambah/tenaga kerja. Secara keseluruhan perbandingan nilai
tambah/tenaga kerja untuk usaha kecil hanya sekitar seper duaratus (1/200) kali
nilai tambah/tenaga kerja untuk usaha besar. Jika dilihat periode sebelum
krisis dan keadaan pada saat ini ketika mulai ada upaya ke arah pemulihan
ekonomi. Pada tahun 2001, mengecil menjadi 0,55. Hal ini menunjukkan bahwa
potensi untuk menutup gap antara produktivitas UK dan UB malah menjadi semakin
tipis, atau jurang perbedaan produktivitas (nilai tambah/tenaga kerja) akan
tetap besar.
Sudah menjadi pengertian umum bahwa
produktivitas sektor industri, terutama industri pengolahan seharusnya
mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Sebenarnya sektor pertanian memiliki
produktivitas terendah dalam pembentukan nilai tambah terutama di kelompok
usaha kecil yang hanya merupakan sekitar tiga perempat produktivitas usaha
kecil secara keseluruhan yang didominasi oleh usaha pertanian. Namun pengalaman
Indonesia dimasa krisis menunjukan, bahwa yang terjadi sebaliknya dengan
demikian dalam suasana krisis masih sangat sulit mengharapkan sektor industri
kecil kita untuk diharapkan menjadi motor pertumbuhan untuk pemulihan ekonomi.
Pembentukan nilai tambah/tenaga kerja
untuk kelompok usaha yang sama (usaha kecil) diberbagai sektor dapat
menggambarkan potensi peningkatan produktivitas melalui transformasi dari
sektor tradisional ke sektor modern misalnya dari sektor pertanian ke sektor
industri dan perdagangan. Rasio nilai tambah/TK untuk UK-pertanian dibanding
UK-Industri pengolahan mengalami peningkatan dari 0,74 pada tahun 1997 menjadi
0,82 pada tahun 2001. Peningkatan ini menggambarkan bahwa industri pengolahan
semasa krisis tidak memberikan kontribusi nyata dalam perbaikan produktivitas
dibanding usaha kecil di sektor pertanian. Alasan lain yang dapat menjelaskan
fenomena tersebut adalah kenyataan bahwa di sektor industri selama krisis
sebagian besar berproduksi dibawah kapasitas penuh atau bahkan menganggur
sehingga nilai tambah/TK tidak memunjukkan peningkatan yang berarti.
Pertanyaan kritis yang harus dijawab adalah apakah sub-sektor industri kecil
mampu di gerakan dalam jangka pendek, karena terbukti selama tiga tahun
melewati krisis kecenderungannya sama yakni sekedar bertahan dari keterpurukan
lebih parah. Untuk melihat potensi relatif sektor industri sebagai instrumen
transformasi sektor tradisional (pertanian) ke modern (industri pengolahan)
atau proses ke lanjutan untuk nilai tambah, maka dapat dilihat kemajuan relatif
produktivitas kedua sektor untuk usaha kecil. Rasio nilai tambah/tenaga kerja
pada tahun 1997 sebesar 0,55 berubah menjadi 0,56 pada tahun 2001 ini berarti
tidak terjadi kemajuan yang berarti dalam perbaikan produktivitas, atau krisis
justru menyebabkan “back push” atau dorongan ke belakang ke sektor tradisional.
Secara empiris kesimpulan ini juga didukung oleh banyaknya profesional dari
sektor modern yang terkena dampak krisis kembali melakukan alih usaha ke sektor
agribisnis, karena pasarnya jelas dan peluangnya masih cukup besar.
Hambatan untuk meningkatkan produktivitas usaha kecil mikro tidak
terlepas dari kemampuan mengadopsi teknologi termasuk untuk alih usaha, alih
kegiatan, alih komoditas. Karena selama ini meskipun mereka telah mengalami
transformasi dari sektor pertanian ke non pertanian namun tetap dalam papan
bawah. Apabila keadaan ini tidak dapat didobrak maka yang terjadi adalah apapun
program yang dicurahkan bagi pengembangan usaha mikro tidak berhasil
meningkatkan nilai tambah. Atau jika berhasil nilai tambah tersebut diserap
oleh sektor lain yang menyediakan input atau jasa pendukung bagi usaha mikro.
Gambaran ini mengindikasikan bahwa industri kecil tidak dapat memikul harapan
yang terlampau besar untuk menjadi motor pertumbuhan.
Prasyarat
Bagi Memajukan UKM
Posisi UKM, terutama usaha kecil
di dominasi oleh dua sektor yakni sektor pertanian dan perdagangan hotel dan
restoran, sehingga fokus lebih besar juga harus ditujukan kepada kedua kelompok
ini. Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran persoalannya sangat rumit
karena sektor ini sangat mudah dimasuki oleh UK baru meskipun dengan
keterampilan rendah. Sehingga barrier perbaikan produktivitas sangat tinggi karena adanya kompetisi yang
tajam terutama di sub – sektor perdagangan eceran.
Untuk sektor pertanian untuk
mendobrak kungkungan produktivitas/TK yang rendah harus disertai dengan
perubahan mendasar paradigma pengembangan pertanian. Mendorong pertumbuhan
produktivitas fisik tanpa diimbangi dengan pergeseran pada kegiatan bernilai
tambah tinggi hanya akan sia – sia. Untuk itu peningkatan kapasitas serap atau kepadatan
investasi disektor pertanian harus menjadi acuan baru untuk menggerakkan
pertanian. Sub sektor pertanian tanaman pangan harus didorong untuk
menghasilkan produk – produk yang bernilai tambah tinggi dan kekangan melalui
program komoditas perlu dilonggarkan. Hal ini sejalan dengan semangat
keterbukaan dalam perdagangan, sehingga berbagai hambatan tarif dengan cara
perlahan harus mulai diturunkan.
Jika dilihat struktur usaha kecil,
maka dapat dipisah kan menjadi dua kelompok besar yaitu usaha mikro dan usaha
kecil. Berdasarkan perkiraan BPS (2001) terdapat lebih dari 40 juta unit usaha
dan hanya 57,473 usaha menengah serta 2095 usaha besar. Jika perubahan besar
dalam distribusi antara usaha mikro dan usaha kecil dalam kelompok usaha yang
memiliki omset dibawah Rp. 1 miliar tidak banyak berubah, maka sebenarnya
jumlah usaha kecil yang memiliki omset diatas Rp. 50 juta/tahun hanya dibawah 1
juta sementara 39 juta lainnya adalah usaha mikro yang omset nya hanya berada
dibawah Rp. 50 juta/tahun dan populasi terbesar berada di sektor pertanian
(rumah tangga) dan perdagangan umum, terutama perdagangan eceran. Untuk
membangun UKM di Indonesia agar dapat menjadi mesin pertumbuhan diperlukan
reformasi kebijakan yang mendasar.
Prof. Urata yang memimpin misi ahli pemerintah Jepang untuk membantu
merumuskan kebijakan UKM dalam rangka pemulihan ekonomi Indonesia pada tahun
1999-2000, mengemukakan bahwa potensi UKM Indonesia cukup besar untuk pemulihan
ekonomi. Namun pemerintah harus menentukan pilihan yang menjadi fokus perhatian
yaitu pada UKM yang viable saja. UKM viable yang dimaksud adalah mereka yang
dengan sentuhan sedikit saja akan mampu berkembang sebagaimana lazimnya usaha
yang mampu bersaing di pasar Internasional dan mampu memanfaatkan jasa
perbankan modern. Kelompok ini sangat
berbeda dengan kelompok mikro yang memiliki motif utama untuk bertahan atau “Survival”
untuk menopang kehidupan mereka.
Reformasi kebijakan pembinaan yang diperlukan termasuk pemisahan atau
pengembangan usaha kecil (usaha mikro) untuk tujuan penanggulan kemiskinan dan
usaha pengembangan UKM untuk tujuan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan ekspor.
Penanganan ini akan sangat penting untuk menghindari kesimpang siuran konsep
dan strategi pembinaan yang dapat membingungkan bagi khalayak sasaran dan para
pelaksana di daerah. Masalah ini secara khusus memang memerlukan peninjauan
yang mendalam, karena adanya “dismatching” antara undang-undang,
pengorganisasian pembinaan oleh pemerintah dan tuntutan pasar. Masalah UKM tidak
dapat dikerjakan oleh satu instansi saja, tetapi juga bukan merupakan kerja
semua instansi.
Secara legal setiap usaha yang ada di berbagai sektor ekonomi menurut
pengertian UU No.9/1995 dapat dikategorikan sebagai usaha kecil sepanjang omset
nya berada di bawah Rp. 1 miliar, memiliki aset kurang dari Rp. 200 juta di
luar tanah dan bangunan dan bukan merupakan anak perusahaan dari usaha besar.
Cakupan yang luas dan melebar memang menyebabkan fokus pengembangan sering
tidak efektif, karena karakter dan orientasi bisnis yang dijalankan oleh para
pemilik usaha, jika digunakan basis penyediaan pembiayaan sebagai pengolah
pakar maka usaha kecil dalam pengertian UU No. 9/1995 dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok:
1. Kelompok
usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta yang diperkirakan merupakan 97 %
dari seluruh populasi usaha kecil.
2. Kelompok
usaha kecil dengan omset antara Rp. 50 juta – Rp. 500 juta yang jumlahnya
relatif kecil hanya sekitar 2 % dari seluruh populasi usaha kecil.
3. Kelompok
usaha kecil menengah mungkin dapat kita sebut usaha mikro yang memiliki omset
antara Rp. 500 juta – Rp. 1 miliar dan relatif sangat kecil jumlahnya yaitu
kurang dari 1 % atau tepatnya sekitar 0,5 % saja
Dalam kelompok usaha mikro sendiri sebenarnya masih terdapat perbedaan
yang mencolok dalam setiap lapisan skala bisnis. Namun demikian kelompok usaha
mikro ini dapat kita golongkan ke dalam program penyediaan lapangan kerja untuk
penanggulangan kemiskinan. Dalam kaitan ini didalamnya termasuk pada orientasi
yang bersifat penciptaan katup pengaman dan penciptaan dinamika kelompok untuk
perbaikan produktivitas. Arah dari program ini adalah menahan agar tidak
terjadi kemerosotan taraf hidup ke arah jurang yang lebih dalam, sehingga tidak
menimbulkan korban bagi perekonomian secara keseluruhan sehingga dapat
digolongkan dalam kelompok jaring pengaman sosial.
Bagi usaha mikro yang merupakan kegiatan ekonomi riel, namun masih
menghadapi kendala struktural akibat kungkungan tradisi dan pengaruh kebijakan
pembangunan di masa lalu. Salah satu bukti kuat terjadinya kungkungan tersebut
adalah rendahnya produktivitas per tenaga kerja. Untuk mengangkat mereka dari
kungkungan tersebut memang harus dilakukan dengan penetapan prioritas yang
tajam. Sebagai contoh di sektor pertanian rakyat, upaya khusus untuk melihat
berbagai kemungkinan mengangkat petani lahan luas (di atas 1 hektar) untuk
dapat keluar dari kelompok usaha mikro yang omset nya hanya berada dibawah Rp.
50 juta,-/tahun.
Strategi dasar pembinaan usaha kecil untuk pertumbuhan, haruslah berani
menetapkan sasaran individual untuk mengangkat usaha mikro potensial menjadi
usaha kecil. Penciptaan usaha kecil baru ini mempunyai posisi kunci sebagai
pendobrak kebekuan kungkungan produktivitas rendah. Memperbanyak jumlah usaha
mikro untuk keluar dari kelompoknya akan membuat gerakan “Big Impact” dari
bawah dari usaha kecil sendiri.
Untuk penciptaan basis UKM yang kokoh pendekatan pengembangan Klaster
Bisnis/Industri perlu ditumbuh kembangkan. Kehadiran klaster yang senergik dari
kegiatan hulu ke hilir, atau antara kegiatan inti (pokok) dengan kegiatan
pendukung, penyediaan bahan baku dan outlet pemasaran akan mempercepat dinamika
usaha di dalam klaster tersebut, termasuk interaksi dengan usaha besar yang ada
di kawasan tersebut atau terkait. Pendekatan klastering ini pada dasarnya untuk
mengefektifkan pola pengembangan dengan menjadikannya sebagai titik pertumbuhan
bagi bisnis UKM. Inti dari strategy penciptaan klaster yang terpadu dan kokoh
adalah membangun suatu sinergi untuk mencapai suatu “broad base economic
growth” atau pertumbuhan ekonomi dengan basis yang luas.
Dari sisi dukungan yang diperlukan maka prasyarat utama adalah bahwa
dalam semangat otonomi setiap pemerintah daerah harus memberikan dukungan
administratif dan lingkungan kondusif bagi berkembangnya bisnis UKM. Ini
menjadi mutlak karena dengan otonomi daerah maka kewenangan pengaturan
pemerintahan dan pembangunan secara lokal berada di daerah. Kebijakan makro dan
moneter secara nasional hanya bersifat memberikan arah dan sinyal alokasi
sumberdaya dan kesepakatan internasional terhadap dunia bisnis di daerah.
Dukungan lain yang penting adalah dukungan non finansial dalam
pengembangan bisnis UKM. Sejumlah praktek terbaik dalam persuasi UKM melalui
inkubator, kawasan berikat, konsultasi bisnis maupun hubungan bisnis antar
pengusaha dalam klaster harus dijadikan pelajaran untuk mencari kesesuaian
dengan jenis kegiatan atau industri dan kultur masyarakat pengusaha, termasuk
didalamya pengalaman kegagalan lingkungan industri yang mencoba memindahkan
lokasi untuk penciptaan klaster. Klaster yang inovatif akan tumbuh dengan
perkembangan kultur yang mendukung. Dukungan pengembangan bisnis semacam ini
harus ditumbuhkan menjadi suatu bisnis yang berorientasi komersial.
Dan akhirnya dukungan finansial yang meluas harus didasarkan pada prinsip
intermediasi yang efesien. Berbagai lembaga pembiayaan yang sesuai harus ditumbuhkan dan menjangkau klaster-klaster
yang telah berkembang, sehingga pilar bagi tumbuhnya bisnis UKM yang didukung
oleh kesatuan sistem produksi dan keberadaan bisnis jasa pengembangan bisnis
serta keuangan menjadi benar-benar hadir di kawasan klaster di maksud. Lembaga
pembiayaan dimaksud dapat berupa bank, lembaga keuangan bukan bank dan
lembaga-lembaga keuangan masyarakat sendiri (lokal).
Dengan dua basis pendekatan tadi akan tercipta lapisan pengusaha yang
dapat menjadi lokomotif penarik bagi kemajuan masing-masing lapisan pengusaha.
Sasarannya jelas memperbanyak pengusaha mikro yang dapat segera lepas dari tiap
usaha mikro dan selanjutnya menjadikan klaster sebagai satuan bisnis yang layak
dan mampu berkembang (Viable). Persyaratan ini yang harus dipenuhi untuk
menjadikan usaha kecil sebagai motor pertumbuhan.
LANGKAH-LANGKAH
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK UKM
Seperti dikatakan Korten (1980) di depan, bahwa
titik pusat perhatian masa pasca industri adalah pada pendekatan ke arah
pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat. Pembangunan yang
memihak rakyat menekankan nilai pentingnya prakarsa dan perbedaan lokal.
Kesejahteraan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pembangunan
yang memihak rakyat. Perasaan berharga diri adalah sama pentingnya bagi
pencapaian mutu hidup yang tinggi.
Inilah awal mula pijakan bahwa pemberdayaan bagi
masyarakat sangatlah penting (termasuk UKM), walaupun hal ini menurut Wirutomo,
dkk (2003) bisa disebut sebagai hanya suatu konteks pemecahan masalah
ketegangan hubungan antar Negara (state) dengan masyarakat (community)
yaitu untuk menggeser tanggungjawab Negara dalam menanggulangi masalah
(termasuk kemiskinan) di masyarakat. Hal tersebut menurutnya hanya bisa apabila
didukung oleh kelembagaan lokal yang memiliki kapasitas dan kapabilitas sesuai
dengan dinamika dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Secara konseptual pemberdayaan
UKM terutama dapat dilakukan dengan sistempemberdayaan pelaku UKM itu sendiri.
Keberhasilan pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UKM sebagai pelaku
maupun stakeholder lain yang turutserta dan berperan dalam
pengembangannya. Dalam hal ini lebih banyak menitikberatkan pada metode “bottom
up”, dimana perencanaan lebih diupayakan menjawab kebutuhan sasaran dan
dilakukan secara partisipatif. Dalam praktek pemberdayaan UKM, untuk menggugah
partisipasi masyarakat sasaran langkahlangkah yang dilakukan (Karsidi, 2005),
adalah:
1. Identifikasi Potensi
2. Analisis Kebutuhan
3. Rencana Kerja Bersama
4. Pelaksanaan Program Kerja Bersama
5. Monitoring dan Evaluasi.
Identifikasi potensi, dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
Sumberdaya Manusia (SDM) UKM dan lingkungan internalnya baik lingkungan sosial,
ekonomi dan Sumberdaya Alam (SDA) khususnya yang terkait dengan usahanya,
maupun lingkungan eksternal UKM. Dengan langkah ini diharapkan setiap gerak
kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan kemampuan dan potensi wilayah
masing-masing. Dalam identifikasi ini melibatkan stakeholder UKM dan
tokoh masyarakat maupun instansi terkait.
Analisis kebutuhan, tahapan analisis ini dilakukan oleh perwakilan UKM
yang dapat difasilitasi oleh Perguruan Tinggi/LSM/Swasta, maupun instansi
terkait tentang berbagai kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar. Dengan
pola analisis kebutuhan semacam ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya
manifestasi kebutuhan UKM selaku individu pengusaha dan sebagai anggota
kelompok. Dengan demikian antara individu pelaku UKM dan kelompok dapat
diharapkan saling beriringan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan
kemajuan bersama.
Rencana program kerja bersama, setelah kebutuhan dapat ditentukan maka kemudian
disusun sebuah rencana program kerja bersama untuk mencapai kondisi yang
diinginkan berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan bersama. Dalam tahap ini
baik Perguruan Tinggi/LSM/Swasta, maupun instansi terkait sebagai fasilitator.
Pelaksanaan program kerja bersama, jikalau program kerja telah disepakati maka langkah
berikutnya adalah pelaksanaan program kerja. Dalam tahap ini fungsi instansi
pemerintah terkait selaku fasilitator, sedangkan Perguruan Tinggi/LSM/Swasta
dapat bertindak selaku pemberi jasa konsultansi. Sebagai konsultan, idealnya
Perguruan Tinggi harus mendapatkan jasa dari layanan yang diberikan kepada UKM.
Kebutuhan akan permodalan UKM salah satunya dapat dipenuhi dengan memperankan
fungsi fasilitasi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) bagi pengrajin maupun
kelompok. KKMB ini lahir sebagai perubahan paradigma baru
terhadap UKM dari perbankan (lihat tabel 2),
bahwa:
1. UKM mempunyai potensi menabung
2.
Bank perlu aktif menjemput Bola
3.
UKM membutuhkan kemudahan memperoleh kredit/layanan perbankan
4. Bank perlu
memobilisasi tabungan dari UKM
5. Biaya dapat
ditekan melalui pendekatan kelompok
6.
Risiko dapat ditekan melalui pendekatan kelompok
Selain Bank memberikan kredit sebagai tugas
utamanya, Bank dapat membantuUKM dengan memberikan pendampingan (Technical
Assistant/TA) baik dilakukan oleh Bank sendiri atau bekerjasama dengan
pendamping yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi/LSM/Swasta.
Monitoring
dan evaluasi, berfungsi tidak saja untuk mengetahui
hasil pelaksanaan program kerja bersama apakah yang dikerjakan sudah sesuai
dengan program kerja yang telah ditetapkan bersama, namun juga untuk membuat penyesuaian-penyusuaian
jika diperlukan sesuai dengan
perubahan
kondisi lingkungan.
PERLUASAN DAN PENERUSAN USAHA
Dari pengamatan
selam 30 tahun, penulis melihat
kenyataan bahwa , walau kebanyakan perusahaan kecil tetap kecil atau hilang
dari peredaran, toh sebagian besar ada yang berkembang dan ada yang menjadi
besar dan jaya. Tetapi banyak perusahaan kecil menemui kebuntuan ketika bernjak
menjadi besar. Hal ini sangat mengejutkan
dan sangat disayangkan secara rasional akan hilangnya lapangan pekerjaan, pajak
dan pajak potensial serta dampak social lainnya, yaitu yang menyangkut
pensuplai atau penyalur pada perusahaan itu.
Banyak orang,
baik pengusaha itu sendiri, pejabat pemerintah dan masyarakat umum kurang
menyadari saling kaitan mata rantai perusahaan dan kehidupan masyarakat. Rontoknya
salah seorang pengusahana akan menjadi suatu kerugian secara langsung maupun
secara tidak langsung baik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat.
Bab
3. Penutup
Usaha kecil dalam keadaannya yang ada tidak mungkin dijadikan motor
pertumbuhan karena populasi terbesar adalah usaha mikro yang pada intinya hanya
bersifat sub sistem. Untuk keluar dari jebakan ini maka strategi dasar adalah
membebaskan diri untuk keluar dari usaha mikro secara meluas. Untuk pengembangan usaha kecil yang
berdaya saing maka pendekatan klaster bisnis usaha kecil / industri kecil dapat
dijadikan dasar penciptaan dinamika yang luas bagi penciptaan basis pertumbuhan
yang luas (broad base economic growth).
Berdasarkan hasil dan pembahasan di
atas diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.
UKM dengan jumlah unit usaha berjumlah besar tersebut memiliki peran lebih
besar memberikan kontribusi pada perekonomian nasional dibanding UB.
2. Melalui
simulasi peningkatan jumlah unit usaha, peran UKM terlihat pada kenaikan
investasi, kemajuan teknologi, kenaikan produksi, ekspor, dan kontribusi pada
pertumbuhan ekonomi baik pada sektor-sektor ekonomi berorientasi domestik
maupun pada sektor-sektor berorientasi ekspor. Kenaikan yang terjadi pada
sektor berorientasi ekspor jauh lebih tinggi dibanding sector berorientasi
domestik kecuali investasi
DAFTAR PUSTAKA
- Badan Pusat Statistik (BPS) ; Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil dan Menengah, BPS, Jakarta, September 2001;
- Badan Pusat Statistik (BPS) ; Pengukuran Perkembangan Modal Tetap Bruto (Investasi) Usaha Kecil Menengah, BPS-BPSKPKM,, Jakarta, Indonesia, Oktober 2001;
- Noer Soetrisno; Science and Technology Policy and Strategy For Establishing ST Business Program : The Indonesia’s SME Perspective, The International Journal of IIFTIHAR, January 2001;
- Shunjiro Urata; Policy Recommendation for SME Promotion in The Republic of Indonesia, Report of Study team under JICA program, July 2000.
- Tulus Tambunan T.H, Dr ; Kinerja Ekspor Manufaktur Indonesia, Kompartemen Industri Logam Dasar & Mesin dan LP3E Kadin Indonesia, Jakarta, Indonesia 2001.
http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psy-ab&q=karakteristik+ukm+bagi+pertumbuhan+indonesia&oq=karakteristik+ukm+bagi+pertumbuhan+indonesia&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=3&gs_upl=1722446l1730970l1l1734261l30l24l0l0l0l12l2830l15873l6-4.7.1.1l15l0&gs_l=serp.3...1722446l1730970l1l1734261l30l24l0l0l0l12l2830l15873l6-4j7j1j1l15l0&psj=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.,cf.osb&fp=b340b67b53167a08&biw=1264&bih=476